Dari Izmir Menuju Turki..

Oleh: Labib Syauqi

Sekitar dua bulan lebih sudah umurku, banyak pengalaman baru yang dapat aku tangkap dan aku pelajari, meskipun pengalaman itu sangat dini untuk bisa dijadikan ukuran dan barometer bagi justifikasi sepihak dan pembenaran. Akan tetapi setidaknya aku bisa menangkap dan memetakan setiap perkembangan dan pengalamanku yang aku jalani itu.
Aku pengen bercerita sedikit tentang pengalaman dan tradisi keIslaman orang Turki atau lebih khususnya Izmir tempatku tinggal. Trend perkembangan tradisi keislaman disini ataupun Turki pada umumnya, banyak yang bilang bahwa, Turki sekarang mengklaim bergerak menuju Neo Utsmani ataupun Negara Sekuler yang mulai Islami. Peraturan-peraturan sekuler yang terdengar di luar bahwa Turki dengan Negara Sekulernya, melarang orang berjilbab, memakai pakain tradisional keagamaan dilarang, adzan diganti dengan bahasa Turki, dan organisasi keislaman dan juga gerakan-gerakan tarekat diwaspadai. Semua itu sekarang mulai luntur.
Tidak ada adzan dengan bahasa Turki, larangan berjilbab sudah mulai longgar, serta organisasi keislaman dan juga semangat mistisisme sufi mulai marak kembali. Orang-orang sudah mulai jenuh dengan sistem Sekuler yang tidak kunjung membuahkan hasil seperti yang dijanjikan, mereka kembali rindu dengan romantisme Utsmani dulu yang begitu solid. Pertarungan wacana dan kebijakan antara orang-orang yang pro Sekuler dengan pro Islami masih kental dirasakan, meskipun kecenderungan partai Islam sekarang dengan Erdoğan yang direpresentasikan sebagai wakilnya semakin kuat.
Masjid-masjid penuh, setidaknya setiap sholat jumat dilaksanakan. Dan banyak terlihat pejabat ataupun aparat pemerintah maupun polisi yang terlihat ikut melaksankannya. Polisi lain yang tidak sholat (entah karena memang dia non muslim, atau karena dia Sekuler) terlihat ikut mengatur lalu lintas dan pengamanan. Kegiatan-kegitan keagamaan dan organisasi-organisasinya sudah mulai terang-terangan dalam melaksanakan kegiatannya, bahkan tidak jarang pertunjukan musik sufi dengan tarian Darwise-nya dan diskusi tasawuf menjadi konsumsi umum.
Ciri khas Masjid disini, ukurannya rata-rata memang agak kecil kalau dibandingkan dengan rata-rata masjid yang ada di Indonesia, entah karena mungkin dulu ketika dibuat, masih sedikit yang biasa jamaah di masjid. Ketika jalan-jalan di luar, kita akan banyak menjumpai orang-orang tua dan paruh baya yang berjalan dengan tasbih yang selalu berputar di jari-jarinya. Seorang muslim yang bertanya terhadap sesama muslim lain “Namaz kılıyor musun? (apakah kamu mengerjakan Sholat?)” itu menjadi pertanyaan yang eksklusif, dan jawaban “evet (Iya)” merupakan jawaban yang eksklusif juga. Karena bagi sebagian orang Islam Sekuler Turki, memahami Sekuler adalah No Worship, dan bagi yang Sekuler ekstrim, Sekuler adalah No Religion.
Seperti peraturan yang ada dalam lembaga formal maupun pemerintahan, banyak yang masih menerapkan sistem sekuler, seperti mereka tidak memberikan izin atau waktu khusus untuk sholat, ataupun bahkan sholat Jum’at sekalipun. Seperti apa yang Aku alami, waktu belajar adalah hari senin sampai jumat dari jam sembilan pagi sampai jam satu siang, tidak ada waktu khusus untuk istirahat sholat jumat. Aku dan kawan-kawan yang mau sholat jumat harus melobby dan minta ijin pada pengajar yang berkaitan untuk meninggalkan kelas dan sholat jumat di luar. Hari jumat justru menjadi hari waktunya ujian, hingga aku harus mengorbankan waktu ujianku untuk mengejar sholat jumat yang sudah mepet waktunya, meskipun soal ujian belum Aku selesaikan sepenuhnya. Dan juga karena tidak adanya fasilitas tempat sholat dalam gedung itu, sering Aku kucing-kucingan dengan satpam (ketika Aku malas untuk berjalan ke masjid karena jauh) untuk melakukan sholat dzuhur di dalam kelas, karena satpam akan melarangnya.
Sisi lainnya lagi, disini banyak sekali anjing berkeliaran, kadang kita dibuat takut sendiri ketika jalan dan dibuntuti anjing liar, karena banyak yang berukuran sebesar kambing piaraannya Lek No dirumah. Ada yang bilang hal itu karena si Babe-nya orang Turki (Kemal), merupakan pecinta anjing. Belum lagi pornoaksi serta pornografi dapat dengan mudah dijumpai dimana-mana. Tidak peduli lagi mojok di tempat sepi atau bahkan sedang berada di dalam Bus yang ruame dan penuh orang sekalipun. Aku yakin FPI akan pusing kalau melihat hal ini.
Izmir menurut orang Turki sendiri, adalah kota yang paling Sekuler di Turki, dan pusatnya di Izmir adalah di daerah yang namanya Alsancak, sedangkan kegiatanku sehari-hari berkutat di daerah Alnsancak tersebut. Jadi pengalaman tradisi keislaman yang berkembang dan budaya kebarat-baratan yang ada di Izmir, setidaknya bisa menjadi ukuran sederhana untuk melihat tradisi keislaman di kota-kota lain yang konon lebih Islami, seperti Konya, Erzurum, Urfa, dan juga Istanbul.
Teman-teman, selamat datang di Turki,hehhe..

Komentar

  1. Assalamualaikum...apakah kehidupan org turki sm dgn yg ada di flim 2 itu..kehidupan bebas

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer