Kemukjizatan Al-Qur’an dari Sisi Kosmologi Dan Psikologi
Oleh
: Labib Syauqi
- Prolog
Membahas
Mukjizat al-Qur’an dari berbagai aspek, merupakan suatu pembahasan yang sangat
luas dan besar cakupannya. Karena pembahasan tergantung terhadap objek yang
diteliti, ketika objeknya adalah al-Qur’an, maka pembahasan kali ini akan
menjadi pembahsan yang besar dalam arti luas, karena kebesaran dan keagungan
kekuasaan Allah sebagai Sang Pencipta alam semesta ini. Membahas mukjizat
al-Qur’an dari sisi Kosmologi dan Psikologi merupakan setetes kecil dari satu
tetes air laut dari samudra ilmu yang dimiliki Allah. Seperti yang tertera
dalam aurat al-Kahfi ayat 109 : “Katakanlah: sekiranya lautan menjadi tinta
untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum
habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun kami datangkan tambahan
sebanyak itu (pula)". Bahkan tidak pantas untuk diperhitungkan dibanding dengan
keluasan ilmu Allah dan terlalu naif jika kita bandingkan. Semakin banyak kita
kaji tanda-tanda kekuasaan allah, maka semakin besar dan kerdil pula
pengetahuan kita dihadapannya, karena keterbatasan akal manusia yang
dimilikinya.
Secara garis
besar mukjizat dapat dibagi dalam dua bagian, yaitu mukjizat yang bersifat material
dan immaterial. Mukjizat material adalah mukjizat yang dapat ditangkap oleh
indera manusia dan bersifat tidak kekal. Seperti mukjizat para nabi-nabi
terdahulu sebelum Nabi Muhammad merupakan
jenis pertama, mukjizat mereka bersifat meterial dan inderawi dalam arti
keluarbiasaan tersebut dapat disaksikan atau dijangkau langsung lewat indra
oleh masyarakat tempat nabi tersebut menyampaikan risalahnya. Sedangkan
mukjizat immaterial adalah mukjizat yang bersifat logika dan juga dapat
dibuktikan sepanjang masa. Seperti mukjizat Nabi Muhammad Saw. yang sifatnya
bukan inderawi atau material, namun dapat dipahami oleh akal. karena sifatnya
yang demikian, maka ia tidak dapat dibatasi oleh suatu tempat atau masa tertentu.
Mukjizat al-Qur’an dapat dijangkau oleh setiap orang yang menggunakan akalnya
di manapun dan kapanpun.[1]
Dan mukjizat
al-Qur’an yang dapat kita ambil dari al-Qur’an banyak sekali, mulai dari aspek
kebahasannya, aspek berita dan isinya, al-Qur’an sebagai inspirasi timbulnya
berbgai ilmu pengerahuan setelahnya, sampai berbagai kajian kekinian tentang
sains dan teknologi modern disinyalir semua itu sudah tercover dan secara
tersirat sudah terkandung dalam al-Qur’an kalau kita mau berfikir. Maka begitu
juga dalam al-Qur’an banyak mengungkapkan tentang berbagai kejadian alam semesta
dan kejadian-kejadian yang ada di dalamnya, serta menerangkan berbagai hukum
alam, yang hal ini disebut juga dengan mukjizat dari segi kosmologi dimana
manusia banyak diperintah oleh Allah untuk berfikir pada kekuasaan dan ciptaan
alam semesta untuk menemukan ayat-ayat dan kebesaran bukti adanya Allah Swt.
Sang Pencipta yang maha Agung yang tiada tandingannya. Yang akhirnya dari semua
mukjizat al-Qur’an yang dapat kita temukan menggunakan akal sehat tersebut akan
dapat menjadi pengobat jiwa yang kekeringan dengan segarnya siraman kekuasaan
dan RahmatNya, dimana hal ini menjadi salah satu mukjizat tersendiri bagi
al-Qur’an yaitu mukjizat Nafsi atau mukjizat psikologi yang dapat memberikan
ketenangan jiwa bagi orang yang benar-benar memahami dan mengamalkannya secara
keseluruhan.
- Mukjizat Al-Qur’an dari Sisi Kosmologi
Dari ayat-ayat
al-Qur’an yang menerangkan tentang kekuasaan Allah melalui tanda-tanda alam
semesta yang oleh para sarjana kontemporer kemudian diejawantahkan kedalam
berbagai kajian tentang sisi keilmuan yang terdapat pesan-pesan ilahi ini, akan
menelurkan pembahasan yang sangat banyak sekali, dengan berbagai bab dan sub
bab yang mingkin tak terhitung.
Kajian tentang
karakteristik dari sesuatu dan pemakaian berbagai macam energi di alam semesta
telah menjadi sumber utama dari keberhasilan manusia. Kita telah memanfaatkan
tenaga listrik untuk alat pemanas, pengobatan, alat penerangan, mesin-mesian,
untuk menjalan kereta api dan mobil, dan lain sebagainya. Sungguhpun demikian,
pengetahuan kita tentang listrik itu sendiri masih belum memadai. Begitu pula
halnya dengan cahaya dan panas. Untuk menyebut ini semua kita memberinya nama
yang samar, yaitu energi yang tersimpan di dalam kandungan alam semesta, dan
yang bisa berubah dari satu tenaga ke tenaga lainnya, namun tak seorang pun
manusia dapat menciptakannya dari tidak ada menjadi ada.
Biasanya,
semua teori ilmiah berusaha menafsirkan permulaan dari alam semesta atas dasar
asumsi-asumsi tertentu yang tak dapat dibuktikan, atau atas dasar ide-ide
tertentu, dimana tak seorang pun dapat mengetahui rahasia apa yang ada di
dalamnya. Ilmu fisika tidaklah menyentuh masalah penciptaan dari suatu keadaan
yang tidak ada. Ilmu ini hanya memastikan diri pada penelaahan karakteristik
dari sesuatu yang wujud baik ia berupa zat, energi, maupun berupa kehidupan.
Tapi sebelum
kita melanjutkan pembicaraan tentang dunia yang lebih besar sebagai wujud
keseluruhan, lebih baik kita pertama-tama membicarakan tentang dunia yang lebih
kecil, seperti halnya partikel-partikel dasar yang terkecil, yang membentuk
benda-benda yaitu atom. Atom tersebut terdiri dari partikel-partikel nonbenda
yang terkecil pula. Seseorang hanya dapat menjelaskan sifat dari setiap zat
atau unsur (element) dengan mengetahui jumlah dari partikel-aprtikel
yang ada pada setiap atom. Dari semua atom, yang paling sederhana susunannya
adalah atom hidrogen. Atom ini dikenal publik sebagai gas alam semesta (universal
gas) atau gas yang mewujudkan sesuatu. Dari gas itulah dibangun zat-zat
lain yang dikenal orang. Atom hidrogen ini terdiri dari satu inti atom (nucleus),
yakni suatu proton yang mempunyai sifat positif, dan di sekelilingnya
berputarlah elektron yang bersifat negatif.[2] Susunan
atom-atom akan semakin rumit lagi apabila kita melajutkan usaha guna mngenal
unsur benda-benda lainnya.
Umumnya orang
telah meyakini hingga waktu belum lama ini, bahwa atom tidak dapat dipecah lagi
menjadi partikel-partikel dasar (yang lebih kecil lagi). Metode yang digunakan
untuk memecah Cuma membuahkan pekerjaan yang sia-sia belaka. Akan tetapi ketika
pada abad ini ditemukan metode untuk memisahkan atom, akhirnya kita memperoleh
kepastian, bahwa di dalam atom tersimpan energi yang amat besar. Basis dari
energi itu sama dengan energi yang pada mulanya dipakai untuk menyatukan
partikel-partikel dasarnya, terutama bagian-bagian pokok inti yang timbul untuk
pertama kali di dalam bintang dengan tekanan dan panas yang luar biasa
besarnya, yang ukurannya di luar batas perhitungan serta khayalan manusia.
Pada
kebanyakan unsur, inti atomnya tidak hanya terbatas pada proton yang positif
saja. Melainkan terdapat juga netron yang menjadi partikel dasar dan tidak
berisi muatan tertentu. Orang telah maklum bahwa inti itu merupakan pokok
pertama yang menentukan atom. Atom uranium ternyata 92 inti berputar mengelilinginya.
Elektron-elektron mengelilingi inti-inti dengan garis edar (orbit, falak) yang
berlainan, dan garis edar ini bertambah dengan kenaikan jumlah elektron, karena
setiap garis edar akan terisi dengan sejumlah elektron tertentu. Garis edar
yang terdekat dengan inti hanya akan mempunyai ruangan untuk 2 elektron saja.
Garis edar berikutnya terletak lebih di luar, mempunyai 8 elektron, dan
seterusnya. Jumlah elektron yang tersisa dari penyerapan yang dilakukan oleh
garis-garis edar paling luar. Elektron-elektron sisa inilah yang dengan mudah
dipisahkan dan disusun kembali.
Orang dapat
saja memisahkan satu atau lebih elektron dari satu atom. Ini berarti
membebaskan 2 muatan, satu muatan positif dan yang satu lagi adlah muatan negatif.
Proses ini secar ilmiah dikenal dengan istilah ionisasi. Alat yang paling
sederhana di mana berlangsungnya proses ionisasi ini adalah tabung pembebas
muatan listrik yang digunakan untuk lampu penerangan atau ikan. Dalam proses
tersebut gas menyala dengan tekanan sangat rendah, sebagai hasil tubrukan
elektron-elektron dengan atom-atom gas. Tubrukan dengan beberapa partikel ini
berakibat penambahan energi yang dibebaskan dalam bentuk cahaya. Ini menjadi
sumber nyala yang sudah kita kenal, dan juga pada atom-atom lain yang mengalami
ionisasi.[3]
- Ayat-Ayat Tentang Gejala Alam Semesta
Banyak sekali
ayat-ayat Al-Qur’an yang menjelaskan tentang gejala alam dan segala sesuatu
yang terjadi di dalamnya, karena Allah Swt. Ingin menjelaskan tentang
tanda-tanda keberadaan dan kekuasaan Zat Yang Maha Mencipta melalui ciptaanNya
yaitu alam semesta. Maka hambanya diperintahkan untuk mengenal Tuhannya melalui
ayat-ayat dan ciptaan alam semesta ini.
Ayat-ayat
Al-Qur’an tersebut diantaranya adalah Surat Al-Baqoroh ayat 19 :
“Atau seperti (orang-orang yang ditimpa)
hujan lebat dari langit disertai gelap gulita, guruh dan kilat; mereka
menyumbat telinganya dengan anak jarinya, Karena (mendengar suara) petir,sebab
takut akan mati. dan Allah meliputi orang-orang yang kafir.”
Ayat ini
menunjukkan bahwa awan yang menyebabkan hujan lebat adalah awan yang mencegah
cahaya menembusnya. Hujan ini biasanya diikuti pula oleh guruh dan petir.
Begitu juga
dengan yang ada dalam Surat Al-An’am ayat 97 :
“Dan dialah yang menjadikan bintang-bintang
bagimu, agar kamu menjadikannya petunjuk dalam kegelapan di darat dan di laut.
Sesungguhnya kami Telah menjelaskan tanda-tanda kebesaran (kami) kepada
orang-orang yang Mengetahui.”
Ayat ini
memperlihatkan dengan cara yang menakjubkan, dan dengan gaya
ilmiah yang orisinil, tentang bagaimana bintang-bintang -dan bukan
planet-palnet lain- yang digunakan untuk menentukan arah di darat, dan
bagaimana ia dipergunakan oleh musafir di padang
pasir dan di tengah lautan sebagai petunjuk jalan. Kaum Fir’aun, bangsa Yunani,
Arab, dan bangsa-bangsa lain di zaman purba, banyak mengetahui tentang bintang,
perbintangan, beserta kumpulannyaa. Mereka bahkan telah sanggup memberi
macam-macam nama kepada sebagian gugus bintang seperti terlihat di angkasa,
yang diambil dari berbagai sumber, seperti Arcturus, Spica, dan Sirius. Mereka
pun memberi nama kepada gugusan-gugusan bintang, seperti Ursa Mayor (Beruang
Besar), Scorpio (Burjussaratan), Andromeadae, Hercules, Aries, (Burjulhamal),
Leo (Burjul Asal), dan lain-lain, sampai mencapai jumlah 90, yaitu sebanyak
jumlah zodiak (Mintaqulburuj).
Disamping
Al-Qur’an menerangkan tentang bintang, juga menerangkan tentang datarnya bumi
dan juga tentang gunung-gunung, Surat An-Naba ayat 6 dan 7 :
“Bukankah kami Telah
menjadikan bumi itu sebagai hamparan?, Dan gunung-gunung sebagai pasak?”
Hamparan di
sini diartikan sebagai datarnya bumi dan yang berarti pula bahwa ia menjadi
tempat tinggal dan tempat berlindung (shelter and asylum) yang dicari
umat manusia di dunia. Ayat selanjutnya mengibaratkan gunung sebagai pasak,
yang bisa menahan tenda berdiri kokoh apabila diikatkan kepadanya. Ini adalah
suatu contoh pernyataan ilmiah yang orisinil. Tak seorangpun dapat memahaminya
kecuali mereka yang ahli dalam bidang geologi. Setelah orang mencapai kemajuan
sebagai hasil dari peradaban, dan geologi menjadi bidang kajian yang nyata,
barulah orang mengetahui, bahwa tanpa adanya gunung kerak bumi yang padat pada
hakikatnya tidak akan stabil, sebagai akibat dan ketidakseimbangan yang terus
menerus antara isi perut bumi yang padat, dan juga faktor-faktor penggundulan (denudation
factors) yang dialaminya.
“Dan kami
jadikan padanya gunung-gunung yang tinggi, dan kami beri minum kamu dengan air
tawar?”(QS. Al-Mursalat : 27)
Sejarah bumi
–semenjak kerak bumi bagian luar mulai bergumpal dan perlahan-lahan mengeras
dari bentuk cairan seperti bagian dalamnya- tidak lain daripada serentetan
renovasi hebat yang terjadi pada keraknya secara terus-menerus, dan seringkali
mengakibatkan banjir besar, menutupi wilayah yang luas di semua penjuru dari
daratan zaman purba. Semenjak zaman itu fosil-fosil dari mahluk hidup tetap
terkubur di dalam kerak bumi, hingga dalam tahun-tahun dewasa ini orang mulai
mengadakan penggalian fosil-fosil tersebut.
Sampai pada
ayat-ayat yang menerangkan tentang bentuk bumi, seperti yang diterangkan dalam
Suarat Ar-Ra’d ayat 41 :
“Dan apakah
mereka tidak melihat bahwa Sesungguhnya kami mendatangi daerah-daerah
(orang-orang kafir), lalu kami kurangi daerah-daerah itu (sedikit demi sedikit)
dari tepi-tepinya? dan Allah menetapkan hukum (menurut kehendak-Nya), tidak ada
yang dapat menolak ketetapan-Nya; dan Dia-lah yang Maha cepat hisab-Nya.”
Ayat ini
menunjuk pada kenyataan, bahwa semenjak di ciptakan bumi ini terkikis pada
ujung-ujung sumbunya. Dalam keterangan ini terdapat uraian mengenai suatu gejal
alam semesta yang belum diketahui para ilmuwan hingga waktu belum lama ini.
Penelitian ilmiah yang dilakukan terhadap bentuk bumi membuktikan, bahwa garis
tengah yang menghubungkan kedua kutubnya dengan perlahan-lahan berkurang secara
konstan. Ini berlangsung semenjak bumi diciptakan dan oleh karena itu bentuknya
berubahdari bundar menjadi bentuk lonjong (elips).[4] Dan
masih banyak lagi ayat-ayat Al-Qur’an yang menerangkan tentang gejala-gejala
yang terjadi di alam semesta ini.
- Penciptaan Bumi
Seperi apa
yang dipaparkan oleh Prof. Achmad Baiquni, MSc. PhD yang menjelaskan bahwa Pada tahun 1929
terjadi peristiwa penting yang menjadi awal pergeseran pandangan di lingkungan
para ahli tentang penciptaan alam, yang mengubah secara radikal konsepsi para
fisikawan mengenai munculnya jagad raya. Sebab, dalam tahun itu Hubble, yang
mempergunakan teropong bintang terbesar di dunia, melihat galaksi-galaksi di
sekeliling kita, yang menurut analisis pada spektrum cahaya yang dipancarkannya
menjauhi kita dengan kelajuan yang sebanding dengan jaraknya dari bumi; yang
terjauh bergerak paling cepat meninggalkan kita. Kejadian ini merupakan pukulan
berat bagi Einstein, karena observasi Hubble itu menunjukkkan bahwa alam kita
ini tidak statis, melainkan merupakan alam yang dinamis seperti model Friedman.
Dengan kecewa
ia menerima kekeliruan itu dan kembali pada modelnya yang terdahulu, karena
observasi mendorong para ilmuwan untuk berkesimpulan bahwa alam yang kita huni
ini mengembang, volume ruang jagad raya ini bertambah besar setiap saat. Dari
perhitungan mengenai perbandinga jarak dan kelajuan gerak masing-masing galaksi
yang teramati, para fisikawan-astronom menarik kesimpulan bahwa semua galaksi
di jagad raya ini semula bersatu padu dengan galaksi kita Bimasakti, kira-kira
12 milyar tahun yang lalu.
Gamow Alpher
dan Herman mengatakan bahwa pada saat itu terjadi ledakan yang maha dahsyat
yang melemparkan materi seluruh jagad raya ke semua arah, yang kemudian
membentuk bintang-bintang dan galaksi. Karena tidak mungkin materi seluruh alam
itu berkumpul di suatu tempat dalam ruang alam tanpa meremas diri dengan gaya
gravitasi yang sangat kuat, hingga volumenya mengecil menjadi titik, maka
disimpulkan kemudian bahwa “dentuman besar” itu terjadi ketika seluruh materi
kosmos keluar dengan kerapatan yang sangat besar dan suhu yang sangat tinggi
dari volume yang sangat kecil. Alam semesta lahir dari singularitas fisis
dengan keadaan ekstrem. Nyata disini bahwa akhirnya fisika mengakui bahwa
semula alam tiada tetapi kemudian, sekitar 12 milyar tahun yang lalu tercipta
dari ketiadaan; sebab fakta hasil observasi yang menelorkan kesimpulan itu
tidak dapat disangkal.
Jika kita
bandingkan konsepsi fisika tentang penciptaan alam itu dengan ajaran al-Qur’an,
kita dapat memeriksa apa yang dinyatakan dalam ayat 30 surah al-Anbiya’, “Dan
apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu
keduanya dahulu adalah suatu yang padu, Kemudian kami pisahkan antara keduanya.
dan dari air kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka
tiada juga beriman?”.
Keterpaduan
ruang dan materi seperti yang dinyatakan dalam ayat tersebut hanya dapat kita
pahami jika keduanya berada di satu titik, yaitu titik singularitas yang
merupakan volum yang berisi seluruh materi. Sedangkan pemisahan mereka terjadi
dalam suatu ledakan dahsyat yang melontarkan materi keseluruh penjuru ruang
alam yang berkembang dengan sangat cepat sehingga tercipta universum yang
berekspansi.
Selanjutnya,
mengenai ekspansi alam semesta ini yang menaburkan materi paling tidak sebanyak
100 milyar galaksi yang masing-masing berisi rata-rata 100 milyar bintang itu,
al-Qur’an dalam surat ad-Dzariyat ayat 47 mengatakan, “Dan langit itu kami
bangun dengan kekuasaan (kami) dan Sesungguhnya kami benar-benar berkuasa”.
Kekuatan yang terlibat dalam pembanguna alam ini, dan yang mampu melemparkan
kira-kira 10.000 ,milyar-milyar bintang yang masing-masing massanya sekitar massa matahari ke seluruh
pelosok alam ini, tentu saja tidak dapat kita bayangkan.
Teori ini
dikuatkan oleh Wilson dan Penzias yang pada tahun 1964 melakukan observasinya
ke segenap penjuru alam menemukan sisa-sisa kilatan dentuman besar yang terjadi
sekitar 12 milyar tahun yang lalu itu, yang riak gelombangnya sudah tentu telah
berubah panjangnya karena jagad raya mengembang dan mendingin. Seperti yang
dijelaskan dalam surat
Fushshilat ayat 53, “Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda
(kekuasaan) kami di segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga
jelas bagi mereka bahwa Al Quran itu adalah benar. Tiadakah cukup bahwa
Sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu?”. Dari ayat ini
Allah telah memenuhi janjinya dengan memperlihatkan ekspansi kosmos, dan
memperlihatkan sisa-sisa kilatan dentuman besar.[5]
Senada dengan
apa yang disampaikan oleh Achmad Baiquni diatas, Quraisy Syihab tanpa melihat
memperpanjang diskusi dan membahas perbedaan pendapat yang ada, akan tetapi dia
menitik beratkan pada ketika al-Qur’an berbicara tentang hal itu, dikaitkan
dengan kekuasaan dan kebesaran Allah, serta keharusan beriman kepadaNya.
Pada saat
pengisyaratan pergeseran gunung-gunung dari posisisnya, sebagaimana kemudian
dibuktikan para ilmuwan, informasi itu dikaitkan dengan kemahabesaran Allah
Swt. “Dan kamu lihat gunung-gunung itu, kamu sangka dia tetap di tempatnya,
padahal ia berjalan sebagai jalannya awan. (Begitulah) perbuatan Allah yang
membuat dengan kokoh tiap-tiap sesuatu; Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa
yang kamu kerjakan”. Ini berarti bahwa sains dan hasil-hasilnya harus
selalu mengingatkan manusia terhadap kehadiran dan kemahakuasaan Allah Swt.,
selain juga harus memberi manfaat bagi kemanusiaan.[6]
- Mukjizat Al-Qur’an dari Sisi Psikologi (jiwa)
Dari sekian
banyak mukjizat al-Qur’an yang ada, mungkin ada beberapa yang dengan mudah kita
tangkap dan kita pahami sebagai sebuah kemukjizatan al-Qur’an, namun ada juga
yang memerlukan pemikiran yang mendalam dan serius untuk mengungkapkan sisi
kemukjizatan tersebut, dan bahkan ada juga yang dikatakan bahwa sebagian dari
bukti-bukti yang dimaksud belum dapat dikonfirmasikan kebenarannya. Yang salah
satu diantaranya adalah pengaruh al-Qur’an terhadap jiwa manusia.
Akan tetapi
setidaknya dapat dikatakan bahwa, dalam literatur keagamaan dan sejarah
ditemukan riwayat-riwayat yang dapat menjadi bukti adanya pengaruh tersebut.
Seperti diantaranya riwayat yang menerangkan tentang kisah Umar bin Khattab.
Umar in
Khattab keluar dari rumahnya bernaksud untuk membunuh Nabi Muhammad Saw. Yang dinilainya
memecah-belah masyarakat serta merendahkan sesembahan leluhur. Dalam
perjalanannya mencari Nabi, dia bertemu dengan seorang yang menanyakan
tujuannya. Orang itu kemudian berkata, “Tidak usah Muhammad yang kau bunuh,
adikmu yang telah mengikutinya (masuk Islam), yang lebih wajar engkau urus.”
Umar kemudian menemui adiknya, Fathimah yang sedang bersama suaminya membaca
lembaran ayat-ayat al-Qur’an. Ditamparnya sang adik hingga bercucuran darah
dari wajahnya, kemudian dimintanya lembarah itu, dan dibacanya :
“Thaahaa. (1). Kami tidak menurunkan Al
Quran Ini kepadamu agar kamu menjadi susah; (2). Tetapi sebagai peringatan bagi
orang yang takut (kepada Allah), (3). Yaitu diturunkan dari Allah yang
menciptakan bumi dan langit yang Tinggi.(4). (yaitu) Tuhan yang Maha Pemurah.
yang bersemayam di atas 'Arsy (5). Kepunyaan-Nya-lah semua yang ada di langit,
semua yang di bumi, semua yang di antara keduanya dan semua yang di bawah tanah
(6).” (QS
Thaha : 1-6)
Gemetar jiwa
Umar membaca ayat-ayat itu. Kemudian dia bergegas bertemu Nabi, tetapi kini
bukan untuk membunuhnya. Begitu ia bertemu, Rasulullah Saw. menarik dengan
keras ikat pinggang Umar sambil bersabda :
“Apa maksud
kedatanganmu wahai putra Al-Kahttab? Saya duga kamu tidak akan berhenti sampai
Allah menurunkan siksa-Nya kepadamu.” Umar menjawab, “wahai Rasul Allah, aku
datang untuk percaya kepada Allah dan Rasul-Nya serta apa yang disampaikannya
dari Allah.”
Dan masih
banyak peristiwa yang dapat dikemukakan, namun pertanyaan yang perlu dijawab
adalah, apa gerangan yang menyebabkan kedua tokoh tadi (dan tokoh-tokoh
lainnya) mengubah sikap mereka?
Kalau kasus
Abu Al-Walid boleh jadi dapat dikatakan karena wibawa Nabi Saw. yang menjadikan
dia kecut dan kembali dengan wajah yang berbeda. Tetapi jawaban ini tidak memuaskan
apalagi kalau dikaitkan dengan riwayat lain menyangkut Al-Walid bin Al-Mughirah
yang mengakui keunggulan Al-Qur’an, setelah mendengarnya dibacakan Nabi Saw.
walaupun dia tetap enggan memeluk Islam.
Kasus Umar bin
Khattab pun demikian. Mungkin hatinya iba melihat adiknya bercucuran darah. Dan
mungkin jauh sebelumnya pikiran beliau yang dikenal sangat tajam itu, telah
menimbang-nimbang kebenaran ajakan Nabi Muhammad, sehingga dalam keadaan hati
iba itu, ia sadar dan memeluk Islam.
Beberapa ulama
menjadikan kasus di atas dan yang semacamnya sebagai bukti adanya pengaruh
psikologis bagi pendengar dan pembaca ayat-ayat Al-Qur’an, bahkan menjadikan
hal tersebut sebagai salah satu aspek kemukjizatannya.
Memang, tidak
dapat dipungkiri bahwa ayat-ayat Al-Qur’an mempunyai pengaruh psikologis
terhadap arang-orang beriman. Hal ini secara tegas telah dinyatakan Al-Qur’an
ketika berbicara tentang sifat-sifat orang mukmin, yakni :
hإنما cqãZÏB÷sßJø9$# tûïÏ%©!$# #sÎ) tÏ.è ª!$# ôMn=Å_ur öNåkæ5qè=è% #sÎ)ur ôMuÎ=è? öNÍkön=tã ¼çmçG»t#uä öNåkøEy#y $YZ»yJÎ) 4n?tãur óOÎgÎn/u tbqè=©.uqtGt ÇËÈ
“Sesungguhnya
orang-orang yang beriman ialah
mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila
dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan Hanya kepada
Tuhanlah mereka bertawakkal”.
ª!$# tA¨tR z`|¡ômr& Ï]Ïptø:$# $Y6»tGÏ. $YgÎ6»t±tFB uÎT$sW¨B Ïèt±ø)s? çm÷ZÏB ßqè=ã_ tûïÏ%©!$# cöqt±øs öNåk®5u §NèO ßû,Î#s? öNèdßqè=ã_ öNßgç/qè=è%ur 4n<Î) Ìø.Ï «!$# 4
y7Ï9ºs yèd «!$# Ïöku ¾ÏmÎ/ `tB âä!$t±o 4
`tBur È@Î=ôÒã ª!$# $yJsù ¼çms9 ô`ÏB >$yd ÇËÌÈ
“Allah
Telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Al Quran yang serupa (mutu
ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang], gemetar karenanya kulit orang-orang yang
takut kepada Tuhannya, Kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu
mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah, dengan Kitab itu dia menunjuki siapa
yang dikehendaki-Nya. dan barangsiapa yang disesatkan Allah, niscaya tak ada
baginya seorang pemimpinpun”.
Namun demikian, dari teks ayat-ayat
di atas terbaca bahwa ia berbicara tentang orang-orang mukmin, sehingga
ayat-ayat tersebut dan semacamnya tidak dapat dijadikan ukuran bagi yang tidak
percaya, apalagi menjadikannya sebagai mukjizat kebenaran Al-Qur’an.[7]
Akan tetapi Muhammad Kamil
Abdussamad menulis dalam bukunya yang berjudul Al-I’jaz Al-Ilmi fi Al-Qur’an,
yang diantaranya dia menulis bahwa alat-alat observasi elektronik yang
dikomputerisasi telah digunakan untuk mengukur perubahan-perubahan fisiologi
pada sejumlah sukarelawan sehat yang sedang mndengarkan dengan tekun ayat-ayat
Al-Qur’an. Mereka terdiri dari sejumlah kaum muslimin yang dapat berbahasa Arab
dan yang tidak pandai, muslim dan bukan muslim. Dibacakan kepada mereka
penggalan ayat-ayat Al-Qur’an (dalam bahasa arab) kemudian terjemahnya ke bahas
Inggris. Percobaan ini mebuktikan adanya pengaruh yang menenangkan hingga
mencapai 97 persen. Pengaruh tersebut bahkan terlihat dalam bentuk
perubahan-perubahan fisiologis yang tampak melalui berkurangnya tingkat
ketegangan saraf. Rincian dari hasil-hasil eksperimen ini telah dilaporkan pada
konfrensi tahunan XVII Organisasi Kedokteran Islam Amerika Utara yang
diselenggarakan di Santa Lusia pada Agustus 1984.[8]
Lebih lanjut dia juga menulis
bahwa, telah dilakukan pula studi perbandingan untuk mengetahui apakah pengaruh
serta dampak-dampak fisiologis tersebut, benar-benar disebabkan oleh Al-Qur’an
dan bukan oleh faktor-faktor luar seperti suara, nada, dan langgam bacaan
Al-Qur’an yang berbahasa Arab itu, atau karena pendengaran mengetahui bahwa
yang dibacakan kepadanya adalah bagian dari kitab suci. Untuk tujuan studi ini,
digunakan alat ukur stres yang dilengkapi dengan komputer dari jenis MEDAL
3002, yaitu alat yang diciptakan dan dikembangkan oleh Pusat Kedokteran
Universitas Boston di Amerika Serikat. Alat tersebut mengukur reaksi-reaksi
yang menunjukkan kepada ketegangan dengan dua cara. Pertama, pemeriksaan
psikologis secara langsung melalui komputer. Kedua, pengamatan dan pengukuran
perubahan-perubahan fisiologis pada tubuh.
Percobaan dilakukan sebanyak
duaratus sepuluh kali terhadap lima
orang sukarelawan, tiga pria dan dua wanita yang umur mereka berkisar antara
17-40 tahun dengan rata-rata usia 22 tahun. kesemua sukarelawan itu tidak
beragama Islam dan tidak berbahasa Arab. Kedua ratus sepuluh percobaan tersebut
dibagi dalam tiga jenis, 85 kali diperdengarkan ayat-ayat Al-Qur’an yang
dibacakan secara mujawwad (tanpa lagu), 85 kali bacaan berbahasa Arab
bukan dari ayat Al-Qur’an, dengan suara dan nada yang sama dengan bacaan mujawwad
itu, sedangkan 40 kali (sisa dari 210) tidak dibacakan apa-apa, tetapi diminta
dari yang bersangkutan untuk duduk dengan tenang sambil menutup mata yang juga
merupakan posisi mereka dalam 2 x 85 percobaan kedua jenis yang disebut sebelum
ini.
Tujuan percobaan tersebut adalah
untuk mengetahui apakah redaksi ayat-ayat Al-Qur’an mempunyai dampak terhadap
yang mengerti artinya, dan apakah pengaruh itu benar-benar merupakan pengaruh
redaksi ayat Al-Qur’an, bukan pengaruh nada dan langgam bahasa Arab yang asing
di telinga pendengarnya. Sedangkan tujuan percobaan tanpa bacaan adalah untuk
mengetahui seberapa jauh pengaruh posisi dalam memberikan ketenangan. Dari
hasil pengamatan awal, terbukti bahwa tidak ada pengaruh posisi duduk tanpa
bacaan dalam mengurangi ketegangan, karena itu percobaan ini pada tahap akhir
hanya dilakukan pada dua jenis percobaan pertama. Pada akhirnya hasil yang
diperoleh adalah, 65 persen dari percobaan yang menggunakan ayat-ayat Al-Qur’an
mempunyai pengaruh positif dalam memberi ketenangan, sedangkan yang bukan ayat
Al-Qur’an hanya 35 persen.[9]
Pengaruh psikologis ayat Al-Qur’an
terhadap ketenangan jiwa pembacanya mungkin dirasa subyektif dan mungkin
dikatakan ketenangan batin itu datang dari sisi lainnya, akan tetapi setelah
melihat uraian diatas, mungkin efek psikologis yang ditimbulkan ayat Al-Qur’an
tidak hanya berupa pendapat subyektif pembicaranya saja, akan tetapi telah
dibuktikan secara ilmiah juga.
Al-Qur’an banyak mengandung
ayat-ayat yang memaparkan karakter penciptaan manusia dan menggambarkan
berbagai kondisi kejiwaan. Juga menjelaskan sebab-sebab penyimpangan dan penyakit
jiwa, sekaligus menawarkan metode pendidikan dan terapinya. Hal tersebut karena
Al-Qur’an adalah kitab yang diturunkan Allah untuk memberi petunjuk, pendidikan
dan pengajaran kepada umat manusia. Ayat-ayat Al-Qur’an tentang jiwa itu tak
ubahnya bagaikan rambu-rambu yang dapat memberi petunjuk kepada umat manusia
untuk memahami jiwa dengan berbagai karakternya, dan mengrahkannya pada jalan
yang benar dalam mendidik dan memperbaikinya. Melalui penjelasan Al-Qur’an
tentang karkter manusia, berikut sifat-sifat dan kondisi psikisnya, kita bisa
menjadikannya sebagai pedoman dalam membuat gambaran yang benar tentang
kepribadian manusia, tentang motif-motif dasar yang menggerakkan tingkah
lakunya, dan tentang faktor-faktor utama untuk menciptakan integritas kepribadian
yang serasi, serta mewujudkan jiwa yang sehat. Semua itu akan memberikan
peluang bagi tegaknya ilmu juwa (psikologi), yang kesimpulan dan fakta-faktanya
sesuai dengan realitas yang benar tentang manusia yang bersumber dari firman
Allah, pencipta manusia Yang Maha Mengetahui tentang karakter dan rahasia
penciptaannya, sebagaimana firman-Nya :
“Apakah Allah yang menciptakan itu
tidak mengetahui (yang kamu lahirkan atau rahasiakan); dan dia Maha halus lagi
Maha Mengetahui?”
Apa yang dilakukan oleh para
psikolog modern tersebut, menyebebkan banyaknya penelitian tentang ilmu jiwa
yang membicarakan berbagai macam tingkah laku manusia yang superfisial dan
tidak penting. Sedangkan kajian tentang gejala-gejala tingkah laku manusia yang
penting justru dilupakan. Misalnya, yang menyangkut aspek keagamaan dan
spiritual, nilai-nilai kemanusiaan yang luhur, cinta yang manusiawi (yang jauh
dari aspek-aspek seksual yang mendominasi kajian para psikolog modern tentang
cinta), pengaruh ibadah terhadap perilaku manusia, konflik kejiwaan antara
dorongan-dorongan fisik dengan dorongan-dorongan spiritual, keserasian
kepribadian dengan cara mewujudkan keseimbangan antara aspek material dan aspek
spiritual dalam diri manusia.
Beberapa psikolog modern telah
menyadari ketidakmampuan psikologi modern dalam mengkaji aspek-aspek spiritual
dalam diri manusia, misalnya ucapan Erich Fromm, seorang psikoanalisis
kontemporer. Ia mengatakan, bahwa perhatian psikolog modern pada umumnya lebih
difokuskan pada masalah-masalah sepele yang sejalan dengan pendekatan ilmiah
yang didasarkan atas dugaan, daripada menyusun metode baru untuk mengkaji
masalah-masalah penting tetang manusia. Demikianlah psikologi yang pada
akhirnya memerlukan objek utamanya, yakni ruh. Ia lebih memperhatikan
berbagai mekanisme dan pembentukan reaksi dan naluri, tanpa mempedulikan
gejala-gejala utama yang merupakan karakteristik manusia, seperti cinta, akal,
perasaan dan nilai-nilai.[10]
Pada akhir-akhir ini, berbagai
psikolog telah menyadari pentingnya pengkajian aspek spiritual dalam diri
manusia. Mereka mulai berusaha mengkaji sebagaian gejala spiritual, seperti
telepati dan kewaskitaan. Hanya saja, usaha-usaha tersebut masih pada
tahap-atahap permulaan, belum sampai pada hasil-hasil yang detail yang secara
meyakinkn bisa dimasukkan dalam kelompok informansi yang akurat tentang
manusia.
Sudah barang tentu, kita perlu
meningkatkan perhatian terhadap pengkajian warisan Islam, dimulai dengan Al-Qur’an
dan Hadist. Kemudian mengikuti perkembangan pemikiran tentang kajian-kajian
kejiwaan yang dilakukan para filosof dan pemikir muslim. Ini dimaksudkan untuk
mengetahui secara benar konsep-konsep kejiwaan yang Islami, sebagai pedoman
bagi kita dalam melakukan pengkajian tentang masalah-masalah kejiwaan. Juga
untuk membantu kita dalam menciptakan teori-teori khusus tentang kepribadian
manusia, di mana kita memadukan antara ketelitian penelitian ilmiah yang
orisinil dengan fakta-fakta tentang manusia yang terdapat dalam Al-Qur’an, yang
merupakan fakta-fakta yang menyakinkan, karena bersumber dari Allah Swt.,
Pencipta manusia.[11]
Al-Qur’an telah memberikan pengaruh
yang besar terhadap jiwa bangsa Arab. Ia telah mengubah kepribadian mereka
secara total, juga mengubah moral, tingkah laku dan cara hidup mereka. Dari
mereka, Al-Qur’an telah membentuk individu-individu yang memiliki prinsip,
keteladanan dan nilai-nilai kemanusiaan yang luhur, serta membentuk suatu
masyarakat yang bersatu, teratur dan bekerja sama. Karena itu, mereka kemudian
mampu mengalahkan Romawi dan Persia ,
dua negara adi daya pada saat itu. Mereka menyebar ke berbagai negeri di dunia,
dan menyeberluaskan dakwah Islam di sana .
Perubahan besar yang ditimbulkan Al-Qur’an dalam jiwa bangsa Arab dan semua
orang yang beriman dari berbagai bangsa di dunia ini, belum ada bandingannya
dia antara semua seruan aqidah yang pernah ada sepanjang sejarah.
Tidak diragukan bahwa Al-Qur’an
mengandung sesuatu kekuatan spiritual yang dahsyat dan mempunyai pengaruh besar
dalam jiwa manusia. Ia mengguncangkan mental, menghaluskan perasaan mereka,
membersihkan jiwa, membangunkan kesadaran dan pemikiran, dan mempertajam
pandangan. Maka manusia, setelah menerima pengaruh Al-Qur’an, ia menjadi
manusia yang baru, seakan-akan ia adalah ciptaan (makhluk) baru.
Setiap orang yang membaca sejarah
Islam dan mengikuti perjalanan dakwah Islam sejak masa-masa awal, serta melihat
bagaimana kepribadian individu-individu yang belajar Islam melalui Rasul Allah
Saw. mengalami perubahan, ia akan memahami dengan jelas, sejauh mana pengaruh
yang ditimbulkan Al-Qur’an dan dakwah Islam terhadap jiwa mereka.
Sudah banyak upaya yang dilakukan
oleh masyarakat modern dalam lapangan pendidikan dan pengajaran, guna
mengarahkan, mengajar dan membimbing generasi muda, agar mereka menjadi
warganegara yang baik. Namun upaya-upaya itu belum membuahkan hasil yang
diharapkan. Sebab, berbagai tindak kriminal dan penyelewengan yang melanda
masyarakat, merupakan bukti nyata atas kegagalan metode pendidikan modern dan
ketidakmampuan dalam membentuk warga negara yang baik.
Pada perkembangan baru-baru ini, muncul
beberapa kecenderungan di antara para psikolog yang menyerukan pentingnya agama
dalam kesehatan jiwa dan dalam mengobati sakit jiwa. Mereka berpendapat bahwa
dalam keimanan kepada Allah Swt. Terdapat kekuatan yang luar biasa yang memberi
orang beragama kekuatan spiritual yang membantunya dalam menanggung kesulitan
hidup, dan menghindarkannya dari kegelisahan yang menimpa kebanyakan orang yang
hidup di zaman modern ini. Yakni zaman yang dikuasai oleh kehidupan material
dan dominasi oleh persaingan keras untuk memperoleh materi. Tetapi pada saat
yang sama juga memerlukan makanan spiritual. Inilah yang telah banyak menyebabkan
timbulnya stress dan ketegangan pada manusia modern. Juga menjadikannya mangsa
kegelisahan dan terkena penyakit jiwa. Di antara psikolog modern yang
menyerukan hal itu adalah William James, filosof dan psikolog Amerika. Ia
menyatakan terapi terbaik untuk kegelisahan, tak ragu lagi adalah iman. Iman
merupakan salah satu kekuatan yang harus dimiliki untuk membantu kehidupan
seseorang. Hilangnya keimanan merupakan peringatan atas ketidakmampuan
mengatasi kesulitan hidup. Ia juga berkata bahwa antara kita dan Tuhan ada
ikatan yang tak terputus bila kita menundukkan diri kita di bawah
bimbingan-Nya, maka semua cita-cita dan harapan kita akan terpenuhi.
Menurutnya, gelombang samudra yang bergemuruh yang datang silih brganti, sama
sekali tidak akan mengeruhkan dan mengganggu ketenangan lembah yang dalam.
Demikian pula orang yang keimanannya kepada Allah amat mendalam, ketentraman
tidak akan terganggu oleh gejolak permukaan yang bersifat sementara. Sebab,
orang yang beragama secara benar, akan terhindar dari perasaan gelisah,
terpelihara secara keseimbangannya, dan selalu siap menghadapi segala
malapetaka yang suatu saat mungkin terjadi.[12]
Al-Qur’an diturunkan untuk mengubah
pandangan manusia, kecenderungan dan tingkah lakunya, memberi petunjuk kepada
mereka, mengubah kesesatan dan kebodohan mereka, mengarahkan mereka pada apa
yang baik dan pantas bagi mereka, dan memberikan mereka padangan-pandangan yang
baru tentang karaktermanusia dan misinya dalam kehidupan, nilai-nilai moral
baru, serta hal-hal ideal dalam kehidupan. Dan Al-Qur’an telah berhasil secara
mengagumkan, dalam mempengruhi kepribadian manusia dan mengubahnya secara
mendasar. Al-Qur’an juga mempunyai pengaruh besar dalam meletakkan
prinsip-prinsip bagi sistem kehidupan pribadi, dan juga sistem hubungan antar
manusia, baik dalam keluarga maupun dalam masyarakat secara umum. Ringkasnya
Al-Qur’an telah mencapai keberhasilan yang tiada bandingnya di antara semua
seruan keagamaan sepanjang sejarah, dalam menimbulkan perubahan yang mendasar
pengaruhnya terhadap kepribadian kaum muslimin dan mayarakat Islam. Al-Qur’an
dalam waktu singkat, telah berhasil membentuk kepribadian manusia yang utuh,
seimbang, aman dan tenteram. Dengan kekuatan dahsyat yang lahir dari perubahan
tersebut, kaum muslimin mampu menggoncang dunia dan mengubah perjalanan
sejarah. Bagaimana Al-Qur’an mampu mengobati jiwa bangsa Arab dan mengubah
kepribadiannya.[13]
Dan menjadikan penganut dan pemeluk Islam menjadi orang yang tenang jiwanya dan
mempunyai tingkah laku dan kepribadian yang bijaksana dan mampu mewujudkan
manusia dengan peradaban yang maju dan mampu menentramkan dunia.
- Epilog
Menyitir ayat
yang terdapat dalam Surat Al-Kahfi ayat 109, yang menjelaskan tentang bahwa
tanda-tanda kekuasaan Allah Swt. Sangatlah luas dan tak akan habis bila dikaji
dan digali oleh akal manusia, bahkan dikatakan jika diumpamakan lautan adalah
tinta yang terhampar untuk menulis tanda-tanda kekuasaan Allah Swt. Maka lautan
tinta itu akan habis jika digunakan untuk menulis tanda-tanda kekuasaanNya
walaupun ditambah lagi dengan jumlah yang sama, dan ayat dan tanda kekuasaan
Allah Swt. tidaklah habis karena luasnya samudra ilmu Allah Sw.
Al-Qur’an merupakan
samudra ilmu Allah jika kita gali dan kita kaji dari berbagai aspek yang ada,
bahkan Al-Qur’an merupakan sumber dari segala ilmu dan disiplin pengetahuan
yang ada baik yang klasik maupun yang kontemporer. Dari teori-teori bahasa dan
sastra klasik, ilmu sosial, politik, bahkan sampai disiplin tentang teori
kealaman dan sains modern.
Al-Qur’an
merupakan kemukjizatan yang diberikan Allah Swt. kepada Nabi Muhammad Saw.
untuk mendampingi dan membuktikan kenabian dan diutusnya Muhammad Saw. sebagai
utusan. Dan Al-Qur’an adalah mukjizat terbesar dan langgeng sepanjang masa bagi
umat msulim semuanya. Mulai dari sisi bahasa dan balaghahnya yang sangat tinggi
nilainya dan tidak bisa ditandingi oleh manusia, kemudian dari segi tarikhnya,
dari sisi pendidikan, dari sisi sosial, dari sisi saintifik, dan juga dari sisi
kosmologi maupun psikologi, dan mungkin masih banyak lagi yang belum terungkap.
Akan tetapi
yang perlu diperhatiakn adalah bahwa Al-Qur’an bukan kitab ilmu pengetahuan, yang
dapat digunakan sebagai justifikasi teori dan penemuan yang ada dan menurut
kepentingan masing-masing yang justru akan menyebabkan biasnya makna dan
kebenaran Al-Qur’an, akan tetapi Al-Qur’an merupakan kitab suci dan kalam Allah
Swt. yang diturunkan untuk dijadikan pedoman dan bimbingan manusia dalam
menuntun hidupnya.
Begitu juga,
jangan sampai sisi-sisi kemukjizatan yang digali dalam Al-Qur’an hanyalah
sebatas apologi dan ditujukan untuk menjawab tuduhan musuh-musuh Islam dan orientalis,
akan tetapi apa yang dilakukan oleh para cendekia muslim adalah benar-benar
untuk mencari sisi kontekstualitas Al-Qur’an yang diperuntukkan untuk sepanjang
waktu dan tempat (sholihun likulli zaman wal makan) dan juga mencari
keridloan Allah Swt. dan memang menggali pesan yang ada dalam Al-Qur’an dan
benar-benar menjaga inisiatif dan niatan yang mulia.
Demikian
sedikit apa yang dapat kami lakukan dalam ikut membahas sisi kemukjizatan dari
segi kosmologi dan juga sisi psikologi, maka kami berharap dapat bermanfaat
bagi diri kami sendiri pada khususnya dan umumnya semoga dapat bermanfaat bagi
orang lain. Amin.
- Daftar Pustaka
Baiquni, Achmad, Al-Qur’an dan Ilmu Pengetahuan Kealaman, Yogyakarta ; Dana Bhakti Prima Yasa, 1997.
Carnegie, Dale, Da’ al-Qalaq
Wabda al-Hayat, Pnj. Abd. Mun’im al-Zayadi, Kairo: Maktabah al-Kanji, 1956.
El-Fandy, Muhammad Jamaluddin, Al-Qur’an Tentang Alam Semesta, Jakarta : Bumi Aksara, 1995.
Fromm, Erich, Ad-Din wa at-Tahlil an-Nafs, Pnj. Fuad kamil, Kairo:
Maktabah Gharib, 1977.
Kamil, Muhammad, Al-I’jaz Al-‘Ilmi fi Al-Qur’an, Kairo : Ad-Dar
Al-Mishriyyah Al-Lubnaniyyah, 1413H/1993M.
Najati, Muhammad Usman, Al-Qur’an Dan Psikologi,
Aras Pustaka, 2003.
Syihab, Quraish, Mukjizat Al-Qur’an, Bandung ; Penerbit Mizan,
1998.
_____________,
Wawasan al-Qur’an, Bandung :
Penerbit Mizan, 2000.
[1]
. M.Quraish Syihab, Mukjizat Al-Qur’an, (Bandung ; Penerbit Mizan,
1998), Cet. IV, Hal. 35-36
[2]
. kumpulan kecil dan sederhana ini dalam dunia atom mengingatkan kita pada
bandingannya di alam jagat raya, di mana terdapat bumi yang dikelilingi oleh
bulan. Ini merupakan bukti dan dukungan terhadap ayat Al-Qur’an :
“kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan
Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang.”(Al-Mulk : 3)
[3]
. Muhammad Jamaluddin El-Fandy, Al-Qur’an Tentang Alam Semesta,
(Jakarta: Bumi Aksara, 1995), cet. II, hlm. 11-17
[4]
. Muhammad Jamaluddin El-Fandy, Al-Qur’an Tentang Alam Semesta, hlm. 83,
86, 99
[5]
Achmad Baiquni, Al-Qur’an dan Ilmu Pengetahuan Kealaman, (Yogyakarta;
Dana Bhakti Prima Yasa, 1997), hal. 209-214
[6]
Quraisy Syihab, Wawasan al-Qur’an, (Bandung : Mizan, 2000), Cet. X, Hal. 445
[7]
. M.Quraish Syihab, Mukjizat Al-Qur’an, hal. 231-235
[8]
. Muhammad Kamil, Al-I’jaz Al-‘Ilmi fi Al-Qur’an, (Kairo : Ad-Dar
Al-Mishriyyah Al-Lubnaniyyah, 1413H/1993M), cet. II, hlm. 300
[9]
. Muhammad Kamil, Al-I’jaz Al-‘Ilmi fi Al-Qur’an, hlm. 307-309
[10]
. Erich Fromm, Ad-Din wa at-Tahlil an-Nafs, terjemah Fuad kamil, (kairo:
Maktabah Gharib, 1977), hlm. 11
[11]
. Muhammad Usman Najati, Al-Qur’an Dan Psikologi, (Aras Pustaka, 2003),
hlm. xii-xiv
[12]
. Dale Carnegie, Da’ al-Qalaq Wabda al-Hayat, terj. Abd. Mun’im
al-Zayadi, (kairo: Maktabah al-Kanji, 1956), cet. V, hlm. 282, 292, 298, 301.
[13]
. Muhammad Usman Najati, Al-Qur’an Dan Psikologi, hlm. 214, 216, 227
Komentar
Posting Komentar