Memaknai Kisah Ashabul Kahfi dalam al-Qur’an
Oleh; Labib
Syauqi
Prolog
Sebuah peristiwa atau kisah yang berhubungan dengan sebab dan akibat
dapat menarik perhatian para pendengar. Apabila dalam peristiwa itu terselip
pesan-pesan dan pelajaran yang terkandung didalamnya, rasa ingiu tau merupakan
faktor paling kuat yang dapat menanamkan kesan peristiwa itu kedalam hati.
Sedangkan nasihat dengan tutur kata yang disampaikan dengan kaku dan tidak
variatif tidak mampu menarik perhatian akal, bahkan semua isinya tidak akan
bisa dipahami. Akan tetapi bila nasihat itu dituangkan dalam bentuk kisah yang
menggambarkan peristiwa dalam realitas kehidupan, maka akan terwujudlah dengan
jelas tujuannya. Orang pun akan merasa senang mendengarkannya, memperhatikan
dengan penuh kerinduan dan rasa ingin tahu, dan pada gilirannya ia akan
terpengaruh dengan nasihat dan pelajaran yang terkandung didalamnya. Karena
kesusastraan kisah dewasa ini telah menjadi seni yang khas di antara seni-seni
bahasa dan kesusastraan yang berkembang.[1]
Maka atas dasar itulah, kenapa dalam al-Qur’an terdapat banyak ayat yang
menceritakan tentang kejadian-kejadiab masa lalu, baik berupa cerita para nabi,
cerita para sholihin dan juga berbagai macam kisah yang sarat akan makna dan
petuah bijak yang dapat kita refleksikan untuk masa datang.
Materi
Dalam surat
ini terkandung tiga cerita besar yang fenomenal dan terkenal, yang tujuan pokok
dari cerita-cerita itu adalah untuk memantapkan Aqidah dan memantapkan keimanan
kita pada keagungan Allah Swt. Yang pertama dalah cerita tentang Ashabul Kahfi
yaitu kisah tentang penyucian jiwa dalam hal Aqidah, yaitu sekelompok pemuda
mukmin yang keluar dari negaranya untuk menyelamatkan agamanya, dan
mengasingkan diri di sebuah gua yang berada di kaki gunung. Kemudian mereka
tertidur di dalamnya selama 309 tahun, kemudian Allah Swt membangunkan mereka
setelah waktu yang lama itu.
Kisah kedua adalah kisahnya Nabi Musa dengan Nabi Hidr, yaitu satu kisah
yang menggambarkan harus adanya sifat Tawadhu dalam prosesi mencarai ilmu. Dan
hal-hal yang luar biasa yang dianugrahkan Allah pada Nabi Hidr yang tidak
diketahui Nabi Musa. Kisah ketiga adalah kisah Dzi al-Qornain, yaitu seorang
raja yang diberi Allah Swt ketakwaan, dan keadilan dalam memimpin
pemerintahannya, dan mempunyai kekuasaan dari timur sampai barat.[2]
Dan dalam kesempatan kali ini, akan kami ulas sedikit tentang cerita
Ashabul Kahfi yang ada pada surat
al-Kahfi ayat 10 kali ini.
إذ أوى
الفتية إلى الكهف فقالوا ربنا آتنا من لدنك رحمة وهيئ لنا من أمرنا رشدا ( الكهف :
10 )
Artinya :
( Ingatlah ) tatkala pemuda-pemuda itu mencari tempat
berlindung kedalam gua lalu mereka berdo’a : “Wahai tuhan kami berikanlah
Rahnat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang
lurus dalam urusan kami ( ini )”.[3]
Dalam ayat 10 ini adalah
penggalan dari kisah Ashabul Kahfi yang kisahnya diceritakan dalam surat
al-Kahfi mulai pada ayat 9 sampai ayat 26, jadi Munasabah Baina al-Ayat
pasti sangat berkaitan karena ayat kesepuluh ini merupakan terusan dari kisah
sebelumnya, yang ayat kesembilan menerangkan bahwa Allah memulai cerita ini
dengan bertanya pada Nabi dalam ayat 9 أم حسبت أن
اصحاب الكهف و الرقيم كانوا من أيتنا عجبا yang artinya : Apakah kamu mengira bahwa orang-orang yang
mendiami gua dan (yang mempunyai raqim[4])
itu, mereka termasuk tanda-tanda kekuasaan kami yang mengherankan?
Maksudnya adalah ; wahai
Muhammad, janganlah kamu menyangka bahwa kisah Ashabul Kahfi yang aneh ini
merupakan tanda-tanda kekuasaan Allah yang terbesar, akan tetapi dalam
kosmologi dan keteraturan alam ini ada hal-hal yang lebih mengherankan dan
menakjubkan dan melebihi kisah Ashabul Kahfi[5] ini.
Setelah itu Allah Swt
dalam ayat ke 10 menjelaskan kisah Ashabul Kahfi ketika sekelompok pemuda pergi
untuk mengungsi ke suatu gua yang bernama al-Kahfi di lereng gunung dan mereka
menjadikan gua tersebut sebagai tempat bersinggah.[6]
Ayat setelahnya yaitu ayat
11 menjelaskan bahwa setelah Allah menerangkan bahwa mereka bersinggah dalam
sebuah gua, kemudian Allah menidurkan mereka selama beberapa tahun kemudian,
sebelum akhirnya Allah Swt. Membangunkan mereka dari tidur panjangnya, yang
diterangkan dalam ayat setelahnya yaitu ayat ke 12.
Adapun macam-macam kisah
dalam al-Qur’an ada 3 macam, yaitu : pertama, adalah kisah para Nabi,
yang berupa kisah dakwah mereka dan juga respon kaumnya, seperti kisah Nabi
Musa, Nabi Nuh, Nabi Ibrohim, Nabi Muhammad serta Nabi dan Rosul lainnya. Yang
kedua adalah kisah-kisah yang berhubungan dengan masa lalu, seperti kisah
Talut dan Jalut, kisah Zulkarnain, kisah Qarun, kisah Ashabul Kahfi dan
lain-lain. Yang ketiga adalah kisah yang berhubungan dengan
peristiwa-peristiwa pada zaman Rasulallah Saw. Seperti kisah perang Badar dan
perang Uhud dalam surat Ali Imran, perang Hunain
dan Tabuk dalam suarat at-Taubah, perang Ahzab dalam surat al-Ahzab dan lain-lain.
Sedangkan faedah dan makna
dari kisah-kisah al-Qur’an yang dapat kita refleksikan adalah :
- Menjelaskan asas-asas dakwah menuju Allah Swt. dan menjelaskan pokok-pokok Syari’at yang dibawa oleh para Nabi.
- Meneguhkan hati Rasulallah dan hati umat Muhammad atas agama Allah Swt. memperkuat kepercayaan orang mukmin tentang menangnya kebenaran dan para pengikutnya serta hancurnya kebathilan dengan para pembelanya.
- Membenarkan para Nabi terdahulu, menghidupkan kenangan terhadap mereka serta mengabadikan jejak dan peninggalannya.
- Menampakkan kebenaran dakwah Muhammad dengan apa yang diberitakannya tentang hal ihwal orang-orang terdahulu di sepanjang kurun dan generasi.
- Menyibak kebohongan ahli kitab dengan hujjah yang membeberkan keterangan dan petunjuk yang mereka sembunyikan.
- Kisah termasuk salah satu bentuk sastra yang dapat menarik perhatian para pendengar dan memantapkan pesan-pesan yang terkandung didalamnya kedalam jiwa.[7]
Refleksi
Dalam kisah Ashabul Kahfi
kali ini, penulis secara pribadi ingin merefleksikan dan mengambil makna yang
dapat diambil hikmahnya dari kisah keteladanan yang dicontohkan oleh Ashabul
Kahfi, bahwa otentisitas keimanan seseorang adalah hal yang paling tendensius
dan menempati wilayah yang sangat privat yang tidak seorangpun ataupun pihak
manapun tidak boleh dan tidak bisa mengintervensinya termasuk oleh Raja/Pemerintah
sekalipun. Kepercayaan dan keimanan adalah urusan seoarang hamba dengan
tuhannya yang bersifat vertikal, dengan tanpa melupakan hubungan keharmonisan
antar hamba dengan hamba yang lainnya yang bersifat horizontal. Maka
keseimbangan vertikal dan horizontal adalah suatu yang nista adanya.
Disamping itu hal yang
urgen yang memerlukan kepekaan kita adalah bagaimana mengejawantahkan pesan
yang terkandung dalam kisah-kisah yang disebutkan dalam al-Qur’an itu untuk
kita tuangkan dan kita tanamkan semangatnya pada para generasi penerus, menuju
generasi yang berperspektif Qur’ani.
Keprihatinan akan generasi
mendatang yang tanpa moral dan tanpa peradaban yang tinggi bukanlah suatu yang
tidak beralasan, karna hal itu akan segera terwujud ketika kepekaan kita
terhadap perkembangan global telah mati. Perang Ideologi tidak terelakkan,
perebutan doktrin adalah sarapan pagi, klaim kebenaran interpretasi adalah
sesuatu yang akrab dengan telinga kita. Maka tidak ada tindakan lain yang bisa
kita lakukan kecuali membentengi Aqidah kita masing-masing dengan Aqidah yang
benar.
Contoh kecil yang
berkaitan dengan permasalahan ini adalah, bahwa serangan-serangan orientalis
yang telah merasuk kesemua sendi dan aspek, bahkan kecurigaan terhadap mereka,
bahwa mereka telah mencuri konsep dan keteladanan yang ada pada kisah Thalut
beserta bala tentaranya yang sedikit dan tetap gagah berani menghadapi dan
bahkan mampu mengalahkan tentara Talut yang jumlahnya lebih banyak dalam surat
al-Baqoroh ayat 249 yang berbunyi كم من فئة قليلة غلبت
فئة كثيرة بإذن الله والله مع الصابرين yang berarti :
“Banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak
dengan izin Allah. Dan Allah beserta orang-orang yang sabar”.
Menurut penulis konsep dan
keteladanan ini telah diambil oleh orang lain (bukan Islam) yang bahkan telah
mampu memvisualisasikan dalam bentuk film yaitu film 300 (three hundred)
yang dibintangi oleh Gerard Butler, dengan membalik cerita yang ada
bahwa 300 pasukan Sparta yang gagah berani mampu mengalahkan ribuan pasukan
musuh dibawah tirani kerajaan persia.
Sungguh memprihatinkan,
sekali lagi kita kecolongan suatu yang berharga, terlepas atas perang klaim
kebenaran atas apa yang kita yakini dengan apa yang mereka perbuat. Dan
pastinya dampak serius yang sungguh dapat meracuni generasi kita harus segera
kita cari way out-nya. Maka hasil pergelutan intelektual akademis kita,
sangat dinantikan action-nya diluar sana . Bangunlah wahai teman…….!!!!
[1] . Manna’
al-Qotton, Mabahits fi Ulumil Qur’an, (1973-1393), Mantsurat al-Asr
al-Hadits, Hlm. 305
[2] .
Muhammad Ali as-Shabuni, Safwatu at-Tafasir Tafsir li al-Qur’anul Karim.
(Beirut : 2001
M – 1421 H), Juz 2, Hal. 166
[3] . Al-Qur’an
Dan Terjemahnya, Hadiah Khadim al-Haramain asy-Syarifain Raja Fahd ibn ‘Abd
al-Aziz Al-Sa’ud
[4] . Raqim
: sebagian ahli tafsir mengartikan nama anjing dan sebagian yang lain
mengartikan dengan batu yang bersurat.
[5] . Abu
Bakar bin Farh al-Qurtubi, Al-Jami’ Li Ahkami al-Qur’an, Juz 10, Hal.
303
[6] .
Cerita singkatnya, Imam as-Shabuni mengisahkan dalam Sofwatu at-Tafasir
sebagaimana para mufassir mengisahkannya, bahwa pada zaman itu ada seorang raja
yang bernama Diqyanus yang memerintah di negara bagian Roma yang bernama Turtus
(dalam tafsir Tabari ada yang mengatakan Afsus atau Tursus), tepatnya setelah
zamannya Nabi Musa As. Dia mengajak manusia untuk menyembah berhala dan
membunuh setiap orang yang menentang perintahnya, sampai akhirnya fitnah besar
menimpa para ahli Iman, dan sekelompok pemuda sangat prihatin atas perkembangan
situasi yang ada. Sampai akhirnya berita keberadaan sekelompik pemuda tersebut
tercium oleh raja Diqyanus dan kemudian raja tersebut memerintahkan pasukannya
untuk mencari mereka, dan ketika mereka dibawa kedepan raja dan diperintahkan
untuk menyembah berhala dan diancam akan dibunuh dan dijadikan sesembahan bagi
setan, mereka dengan lantang dan terang-terangan memperlihatkan iman mereka,
dan mereka berkata : “Tuhanku adalah Dzat yang maha mengatur langit dan bumi
dan kami tidak akan menyeru tuhan yang lain selain Allah Swt.”, maka raja
berkata pada mereka : “Sungguh kalian adalah para pemuda yang baru lahir
kemaren sore, maka aku tunda sampai besok untuk melihat keteguhan kepercayaan
kalian!”.
Maka pada malam harinya
mereka pergi bersama dengan seorang penunjuk jalan dan seekor anjing dan
kepergian mereka ternyata dibuntuti oleh raja Diqyanus dan pasukannya, dan
ketika hari sudah mulai pagi mereka bersembunyi kedalam suatu gua (yang bernama
al-Kahfi) dan ketika pagi tiba rombongan raja Diqyanus dan pasukannya sampai di
mulut gua Kahfi, para pemuda itu ketakutan dan segera berlari masuk kedalam
gua. Kemudian raja Diqyanus memerintahkan untuk menutup pintu gua tersebut
supaya mereka mati kelaparan didalamnya.
Maka Allah Swt. Menidurkan
Ashabul Kahfi didalam gua tersebut yang mereka tudak tau bahwasanya mereka
telah tertidur selama 309 tahun lamanya, baru kemudian Allah Swt. Membangunkan
mereka dan mereka menyangka bahwa mereka tertidur selama satu atau bahkan
setengah hari, dan ketika mereka merasa haus dan lapar maka mereka mengutus
salah satu dari mereka untuk keluar mencari makanan. Maka seorang itu berjalan
sampai menemukan perkampungan penduduk, dan dia menemukan perkampungan itu
telah berubah sangat berbeda dan dia tidak mengenal seorangpun penghuninya, dan
dalam hatinya dia bergumam : “Apa aku salah jalan ya!” kemudian pemuda itu
membeli makanan, dan ketika dia menyerahkan uangnya, pedagang itu
membolak-balik uang itu dan bertanya : “Dari mana kamu mendapatkan uang ini?”
dan seketika itu orang-orang berkumpul mengerumuni pemuda itu dan mereka
melihat mata uang yang dibawa pemuda itu dan mereka terkejut dan kagum seraya
mereka bertanya : “Siapa engkau wahai pemuda, mungkin kamu menemukan harta
karun?”, pemuda itu menjawab : “Tidak, saya tidak menemukan harta karun, tapi
itu adalah mata uang kaumku”, orang-orang itu berkata pada pemuda itu : “Mata
uang ini berasal dari masa yang telah lampau, yaitu berasal dari zamannya raja
Diqyanus”, pemuda itu balik bertanya : “Terus apa yang dilakukan Diqyanus?”,
mereka menjawab : “Dia sudah mati beberapa kurun yang lalu”, kemudian pemuda
itu berkata : “Demi Allah Swt. Tidak ada seorangpun yang mempercayai apa yang
aku ucapkan, bahwa sesungguhnya aku adalah termasuk segolongan pemuda yang
dipaksa oleh raja Diqyanus untuk menyembah berhala, maka kami melariakn diri
dari dia kemarin sore, dan kami bersembunyi di gua Kahfi, dan teman-temanku
hari ini mengutusku untuk mencari makanan, maka jika kalian tidak percaya
ikutlah aku ke gua Kahfi untuk aku perlihatkan pada teman-temanku. Maka
orang-orang pun kaget dan terkejut dengan apa yang diutarakan oleh pemuda itu,
dan mereka melaporkan hal itu pada raja mereka saat itu (raja mereka adalah
seorang yang mukmin dan solih).
Dan ketika Raja mendengar
berita itu, Raja beserta para pasukannya dan juga para penduduknya
berbondong-bondong menuju gua Kahfi, dan ketika mereka sampai mulut gua,
Ashabul Kahfi mendengar suara-suara gemuruh dan juga pekikan kuda, mereka
mengira itu adalah utusan Diqyanus, maka mereka bergegas melaksanakan sholat
(dengan Pasrah), maka masuklah Raja dan menemukan mereka sedang melaksanakan
sholat. Dan ketika Ashabul Kahfi telah selesai melakukan sholat Raja tersebut
bergegas menghampiri mereka dan memeluk mereka dan memberitahu mereka bahwa dia
(Raja) adalah seorang mukmin dan sesungguhnya Diqyanus telah dimusnahkan pada
zaman yang telah lalu, dan Raja telah mendengar berita itu dan mendengar cerita
tersebut, dan dia tau kalau Allah Swt. mngutus mereka pada kaumnya supaya
peristiwa tersebut bisa menjadi tanda-tanda kebesaran Allah Swt. bagi manusia.
Kemudian orang-orang berkata : “Sungguh kami akan membuatkan mereka sebuah
masjid”.
[7] . Manna’
al-Qotton, Mabahits fi Ulumil Qur’an, Hlm. 307
Banyak kisah disajikan dalam banyak versi tentang As Habul Kahfi ini, dan kesemua itu bisa membingungkan pembaca, dan bisa disimpulkan sendiri semua hanya karanagan semata yg diragukan kebenarannya, terkecuali Surat Al Kahfi itu sendiri.
BalasHapustergantung buku mana yang dibaca Mas, karena Kisah Ashabul Kahfi tidak hanya diabadikan dalam Al-Quran, tetapi di dalam Kitab Suci lainnya dan tradisi lisan serta sastra di Jazirah Arab. Saya sepakat, kalau di dalam Al-Quran penceritaan hanya bertujuan untuk mengokohkan Aqidah, tidak seperti cerita lainnya yang hanya mengedepankan sisi sastra, detail tokoh dan imajinasi semata.
Hapus