Riba dan Berbagai Transaksi yang di Larang dalam Islam
Oleh : Labib Syauqi
Ayat yang akan kita bahas kali ini adalah ayat
yang menjelaskan tentang dilarangnya transaksi Riba dan berbagai transaksi yang
bermetamorfosa dari model Riba ini, karena dalam transaksi tersebut terdapat
unsur penipuan dan bahkan merugikan pihak lain yang tak ayal akan menyebabkan kerugian
bagi orang lain.
Dapat kita ketahui bahwa, antara Riba dan Shodaqoh
terdapat sisi Munasabah dari segi pertentangannya. Jika Shodaqoh merupakan
suatu bentuk pengurangan harta oleh sebab perintah yang dianjurkan Allah Swt,
maka Riba merupakan suatu bentuk pencarian tambahan harta yang dilarang oleh
Allah Swt. Dan disitu terdapat sisi yang bertolak belakang. Allah Swt berfirman
(يمحق الله الربا
ويربى الصدقات), dan ketika kita telah bisa membedakan keduanya,
maka disitulah terjadi sinkronisasi (munasabah). Sehingga disebutkanlah hukum
Riba setelah disebutkan terdahulu hukum Shodaqoh[1].
úïÏ%©!$#
tbqè=à2ù't
(#4qt/Ìh9$#
w tbqãBqà)t
wÎ)
$yJx.
ãPqà)t
Ï%©!$#
çmäܬ6ytFt
ß`»sÜø¤±9$#
z`ÏB
Äb§yJø9$#
4 y7Ï9ºs
öNßg¯Rr'Î/
(#þqä9$s%
$yJ¯RÎ)
ßìøt7ø9$#
ã@÷WÏB
(#4qt/Ìh9$#
3 ¨@ymr&ur
ª!$#
yìøt7ø9$#
tP§ymur
(#4qt/Ìh9$#
4 `yJsù
¼çnuä!%y`
×psàÏãöqtB
`ÏiB
¾ÏmÎn/§
4ygtFR$$sù
¼ã&s#sù
$tB
y#n=y
ÿ¼çnãøBr&ur
n<Î)
«!$#
( ïÆtBur
y$tã
y7Í´¯»s9'ré'sù
Ü=»ysô¹r&
Í$¨Z9$#
( öNèd
$pkÏù
crà$Î#»yz
ÇËÐÎÈ
ß,ysôJt
ª!$#
(#4qt/Ìh9$#
Î/öãur
ÏM»s%y¢Á9$#
3 ª!$#ur
w =Åsã
¨@ä.
A$¤ÿx.
?LìÏOr&
ÇËÐÏÈ
¨bÎ)
úïÏ%©!$#
(#qãZtB#uä
(#qè=ÏJtãur
ÏM»ysÎ=»¢Á9$#
(#qãB$s%r&ur
no4qn=¢Á9$#
(#âqs?#uäur
no4q2¨9$#
óOßgs9
öNèdãô_r&
yZÏã
öNÎgÎn/u
wur
ì$öqyz
öNÎgøn=tæ
wur
öNèd
cqçRtóst
ÇËÐÐÈ
$ygr'¯»t
úïÏ%©!$#
(#qãZtB#uä
(#qà)®?$#
©!$#
(#râsur
$tB
uÅ+t/
z`ÏB
(##qt/Ìh9$#
bÎ)
OçFZä.
tûüÏZÏB÷sB
ÇËÐÑÈ
bÎ*sù
öN©9
(#qè=yèøÿs?
(#qçRsù'sù
5>öysÎ/
z`ÏiB
«!$#
¾Ï&Î!qßuur
( bÎ)ur
óOçFö6è?
öNà6n=sù
â¨râäâ
öNà6Ï9ºuqøBr&
w cqßJÎ=ôàs?
wur
cqßJn=ôàè?
ÇËÐÒÈ
bÎ)ur c%x. rè ;ouô£ãã îotÏàoYsù 4n<Î) ;ouy£÷tB 4 br&ur (#qè%£|Ás? ×öyz óOà6©9 ( bÎ) óOçFZä. cqßJn=÷ès? ÇËÑÉÈ (#qà)¨?$#ur $YBöqt cqãèy_öè? ÏmÏù n<Î) «!$# ( §NèO 4¯ûuqè? @ä. <§øÿtR $¨B ôMt6|¡2 öNèdur w tbqãKn=ôàã ÇËÑÊÈ
275. Orang-orang yang makan (mengambil) riba[2] tidak dapat berdiri melainkan seperti
berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila[3]. keadaan mereka yang demikian itu, adalah
disebabkan mereka Berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan
riba, padahal Allah Telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.
orang-orang yang Telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus
berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang Telah diambilnya dahulu[4] (sebelum datang larangan); dan urusannya
(terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu
adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.
276. Allah
memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah[5]. dan Allah tidak menyukai setiap orang
yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa[6].
277.
Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh,
mendirikan shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi
Tuhannya. tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih
hati.
278. Hai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba
(yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.
279. Maka
jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), Maka Ketahuilah, bahwa
Allah dan rasul-Nya akan memerangimu. dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan
riba), Maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula)
dianiaya.
280. Dan
jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, Maka berilah tangguh sampai
dia berkelapangan. dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih
baik bagimu, jika kamu Mengetahui.
281. Dan
peliharalah dirimu dari (azab yang terjadi pada) hari yang pada waktu itu kamu
semua dikembalikan kepada Allah. Kemudian masing-masing diri diberi balasan
yang Sempurna terhadap apa yang Telah dikerjakannya, sedang mereka sedikitpun
tidak dianiaya (dirugikan).
Makna Secara Umum
Jika ditelaah dari sisi asal bahasanya, Riba
bermakna ”tambahan” secara umum. Dan secara terminologi berarti, tambahan
yang diambil oleh fihak yang memberi hutang kepada orang yang berhutang sebagai
ganti atas waktu peminjaman.
Dalam ayat ini Allah Swt. Menjelaskan tingkah laku
yang dilakukan oleh para pelaku transaksi Riba, mereka menjalankan transaksi
tersebut dan seakan-akan menyedot darah manusia, sehingga mereka tidak dapat
bangun dari qubur mereka dihari kiamat nanti, kecuali mereka bangun seperti
halnya orang-orang gila yang kerasukan syaitan, dan tidak mampu berjalan secara
tegap dan seimbang. Hal tersebut disebabkan karena mereka menghalalkan Riba
yang telah diharamkan oleh Allah Swt. seraya berkata : “Riba itu seperti halnya
Jualbeli, trus kenapa itu diharamkan”?. Dan sungguh Allah Swt. Menolak alasan
ini dengan menjelaskan bahwa Jualbeli merupakan pertukaran manfaat yang
diperbolehkan Allah Swt., sedangkan Riba merupakan tambahan yang diambil dari
orang yang berhutang yang telah diharamkan Allah Swt., maka bagaimana keduanya
bisa dianggap sama ?
Kemudian Allah Swt. Menjelaskan bahwa barang siapa
yang telah datang padanya mauidlah dan peringatan, dan segera menghentikan apa
yang dilakukan mereka sebelum adanya larangan, maka sesungguhnya Allah Swt. Mengampuni
dan memafkan dia, dan tidak mempermasalahkan apa yang diambilnya dari praktek
Ribanya yang telah terdahulu. Adapun sedangkan orang yang terus menjalankan
proses transaksi Riba setelah turunnya larangan yang ada pada ayat ini, maka
dia berhak mendapatkan siksa yang pedih dan kekal didalam neraka karena dia
telah menghalalkan apa yang telah dilarang Allah Swt. Dan sungguh Allah
berjanji akan menghapus harta orang yang melakukan transaksi Riba, baik dengan
cara menghilangkannya secara keseluruhan ataupun dengan cara menghilangkan
keberkahan harta tersebut, seperti yang dijelaskan oleh hadis Nabi Saw. Adapun
orang yang bersedekah maka Allah Swt. Memberi keberkahan baginya dalam harta
bendanya dengan melipat gandakannya. Maka datanglah ancaman kuat bagi orang
yang melakukan Riba, terlebih jika orang tersebut mengaku beriman, karena
antara Iman dan Riba tidak bisa berkumpul, maka dari itu Allah Swt. Memperjelas
pernyataanNya akan memerangi orang-orang yang tetap melakukan transaksi Riba[7].
Sebab Turunnya Ayat
Pada masa
Jahiliyah al-Abbas dan Kholid bin Walid keduanya saling bersekutu. Keduanya
melakukan transaksi Riba pada orang-orang bani Tsaqif. Maka ketika Islam
datang, keduanya mempunyai harta banyak yang diperoleh dari hasil transaksi
Riba, maka Allah Swt. menurunkan ayat ini ( ياأيها
الذين آمنوا اتقوا الله وذروا ما بقي من الربا أن كنتم مؤمنين ), maka Nabi Saw. bersabda : “ ألا إن كل رباً من ربا الجاهلية موضوع، وأول ربا أضعه ربا
العباس، وكل دم من دم الجاهلية موضوع، وأول دم أضعه دم ربيعة بن الحارث بن المطلب “[8].
Pokok Tafsiran
- Yang dimaksud dengan “memakan harta Riba” pada ayat diatas adalah mengambil dan menggunakannya, dan dalam ayat diatas menggunakan (الذين يأكلون الربا) karena tujuan utama mencari harta adalah untuk memenuhi kebutuhan untuk dimakan pada awalnya, adapun tujuan yang lainnya adalah sekunder.
- Menyerupakan orang yang bertransaksi dengan Riba seperti halnya orang-orang yang kesurupan karena syetan. Hal tersebut karena Allah Swt. menambahkan dalam perut mereka apa yang mereka makan dari hasil Riba yang akan memberatkan mereka. Maka mereka akan sempoyongan jatuh bangun dan tidak bisa berjalan secara tegak. Hal tersebut menjadi tanda bagi mereka di hari kiamat kelak. Seperti yang diungkapkan oleh Sa’id bin Jabir[9].
- dalam firman Allah : إنما البيع مثل الربا disitu terdapat Tasybih (penyerupaan) yang lembut yang disebut dengan Tasybih al-Maqlub, yang mana tasybih jemis tersebut adalah tasybih yang paling tinggi tingkatannya. Yaitu dengan cara menjadikan sesuatu yang diserupakan (Musyabbah) dijadikan menjadi sesuatu yang diserupai (Musyabbah beh). Maksudnya adalah menyerupakan Riba dengan Jualbeli yang sudah disepakati kehalalannya, akan tetapi keadaannya pada waktu zaman jahiliyyah itu mereka beranggapan atas halalnya Riba, dan mereka menjadikannya sebagai pokok sehingga mereka menyerupakan Jualbeli dengan Riba.
- Faidah yang dapat diambil dari makna ayat يمحق الله الربا ويربي الصدقات adalah bahwasanya orang yang melakukan transaksi Riba itu mencari tambahan terhadap hartanya, sedangkan orang yang tidak mau bersedekah itu dikarenakan supaya hartanya tidak berkurang. Maka Allah Swt. menjelaskan bahwa Riba itulah yang menyebabkan berkurangnya hartanya bukan malah berkembang, akan tetapi sodaqoh-lah yang menyebabkan hartanya berkembang bukan malah berkurang. Adapun ukuran harta tersebut berkurang ataukah bertambah, itu ditentukan akibat kemanfaatannya di dunia dan akhirat.
- Dalam firman Allah : فأذنوا بحرب من الله ورسوله keadaan lafadz حرب yang tetap dalam bentuk nakirah (umum) tersebut mempunyai faedah makna meng-agungkan dan semakin menambah besar maknanya, yang kembali pada Allah dan RasulNya. Yakni yakinlah dengan adanya satu jenis peperangan besar yang tak akan mampu dilawan, yang datang dari Allah dan RasulNya, dan barang siapa yang diperangi oleh Allah dan RasulNya niscaya tidak akan pernah menang selamanya.
Kronologi Diharamkannya
Riba
Dalam
penetapan hukum Riba menjadi haram, Allah Swt. tidak serta-merta menetapkan
hukum Riba menjadi haram, akan tetapi melalui proses dan waktu untuk menetapkan
transaksi Riba menjadi haram, karena transaksi dengan modus operandi Riba sudah
ada sejak zaman Jahiliyyah yang turun-temurun dan telah mengakar, sehingga
diperlukan rentan waktu untuk mengubah tradisi yang telah berjalan tersebut.
Adapun
kronologi perubahan hukum transaksi Riba menjadi haram, ada empat tahapan :
Tahapan Pertama : Turun firman
Allah swt. وما آتيتم من رباً ليربوَ فى أموال الناس فلا
يربو عند الله، وما آتيتم من زكاة تريدون وجه الله فأولئك هم المضعفون, ayat ini turun di Makkah, dan sebagaimana
yang kita lihat bahwa ayat ini tidak mengisyaratkan pada haramnya Riba, akan
tetapi ayat ini menjelaskan bahwa Allah Swt. membenci Riba, bahwa Riba tidak
mempunyai nilai dan pahala disisi Allah Swt.
Tahapan Kedua : Setelah
ayat diatas turunlah firman Allah Swt. فبظلم من الذين
هادوا حرمنا عليهم طيبات أحلت لهم وبصدهم عن سبيل الله كثيرا، وأخذهم الربا وقد
نهوا عنه. Ayat ini turun di
Madinah, dan dalam ayat tersebut terdapat suatu pelajaran yang dikisahkan Allah
Swt. pada kita atas apa yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi yang telah
dilarang untuk melakukan Riba dan mereka memakan harta-harta dari hasil Riba,
yang menyebabkan mereka mendapatkan laknat dan kemurkaan. Maka dalam ayat ini
ada larangan secara implisit tetapi tidak secara jelas, karena hanya
menceritakan tindakan kriminal yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi, dan
didalamnya tidak ada yang menunjukkan atas adanya larangan yang pasti bahwa
Riba itu diharamkan bagi orang Muslim.
Tahapan Ketiga : Kemudian
Turunlah firman Allah Swt. يا أيها الذين أمنوا لا
تأكلوا الربا أضعافا مضاعفة.
Ayat ini turun di Madinah, dan dalam ayat ini terdapat pengharaman terhadap
Riba secara jelas, akan tetapi keharamannya bersifat parsial (جزئي) akan tetapi
tidak bersifat global (كلي), karena dalam ayat ini mengharamkan jenis Riba yang sangat
jelek, keji dan tingkat tinggi, dimana hutang dalam Riba ini sudah terus
bertambah sehingga berlipat ganda, akan tetapi tidak pada hutang yang selaknya
dan sesuai kebutuhan orang berhutang.
Tahapan Keempat : Ini
adalah tahapan akhir dimana turun ayat yang melarang secara jelas, adanya
transaksi model Riba secara keseluruhan. Yang tidak dibedakan apakah itu
sedikit ataukah banyak. Maka turunlah ayat يا أيها
الذين أمنوا اتقوا الله وذروا ما بقي من الربا إن كنتم مؤمنين. فإن لم تفعلوا فأذنوا بحرب من الله ورسوله وأن تبتم فلكم رءوس
أموالكم لاتظلمون ولاتظلمون.
Maka dari sini
kita dapat mengetahui rahasia Syariat Islam dalam mengobati penyakit masyarakat
yang sudah ada sejak zaman Jahiliyyah dengan menggunakan metode penetapan secara
bertahap (التدرج).
Konsekwensi
Hukum Syar’iyyah
Ketika
al-Qur’an menjadi sumber hukum utama dan pedoman pokok bagi umat Islam, maka
tidak beda dalam permasalahan ini. Dengan adanya ayat yang melarang praktek
transaksi Riba, maka para Mufassir ataupun pada ulama Fiqih berusaha
memperjelas, memerinci dan menerangkan pokok pikiran yang ada dalam ayat
al-Qur’an diatas, dan berusaha mengimplementasikannya pada realitas yang ada
sehingga tertuang pada konsep-konsep Qaidah dan Hukum Fiqh.
Praktek Riba
yang diharamkan Islam ada dua jenis : Riba Nasa’I dan Riba Fadl.
Adapun yang
pertama, Riba Nasa’I yang terkenal pada masa Jahiliyyah adalah jika seseorang
menghutangkan satu jumlah tertentu dari hartanya sampai pada waktu tertentu,
seperti sebulan, setahun dan sebagainya dengan adanya syarat dan ketentuan
adanya tambahan dalam hutang itu sebagai pembanding jika waktu jatuh temponya
semakin panjang. Ibnu Jarir mencontohkan : bahwa seorang lelaki pada masa
Jahiliyyah mempunyai hutang pada seseorang dengan batasan waktu tertentu. Maka
ketika waktu pembayaran sudah tiba dan pemberi pinjaman meminta uangnya, maka
orang yang memeinjam berkata “akhirkanlah hutangku padamu, maka aku akan
menambahi hartamu, dan keduanya sepakat. Maka inilah yang disebut dengan Riba
yang keji, maka Allah Swt. melarang Islam mereka dari berbuat Riba[10].
Sedangkan
jenis yang kedua adalah Riba Fadl, yaitu seperti halnya yang dijelaskan oleh
Sunnah Nabawiyyah, yaitu menjual sesuatu dengan sejenisnya dengan ukuran yang
tidak sama. Seperti seseorang menjual sekarung gandum dengan dua karung gandum
yang lain, atau menjual secangkir madu Syam dengan secangkir setengah madu Hijaz
yang lain. Dan pada barang-barang yang bisa diukur dan ditimbang.
Kaidah dalam
Fiqh menyebutkan bahwa “ Jika Kedua jenis itu sama maka haram untuk
menambahi dan mengakhirkan, dan jika kedua jenis berbeda maka boleh berlebihan
tapi tidak boleh mengakhirkan” Jika kita hendak bertukar barang dengan
barang yang lain, seperti minyak zaitun dengan minyak zaitun yang lain, buah
kurma dengan buah kurma yang lain, maka tidak diperbolehkan menambahi ataupun
menguranginya secara mutlak, dan disini bagus dan jelek tidak dianggap, akan
tetapi jika jenisnya berbeda seperti gandum dengan beras, ataupun minyak zaitun
dengan kurma, maka diperbolehkan saling berlebihan dengan syarat tidak
diakhirkan atau harus seketika itu (القبض) karena adanya hadis Nabi Saw. bahwasanya
beliau bersabda : الذهب بالذهب، والفضة بالفضة،
والبربالبر، والشعيربالشعير، والتمر بالتمر، والملح بالملح، مثلا بمثل، يدا بيد،
فمن زاد او استزاد فقد أربى، الآخذ والمعطى فيه سواء. Dalam hadis lain juga diriwayatkan فإذا
اختلفت هذه الأصناف فبيعوا كيف شئتم يدا بيد. Yaitu maksudnya saling menerima dan kontan saat itu juga.
Hikmah Larangan
Riba
Syariat agama
islam, menganggap bahwa transaksi Riba merupakan suatu perbuatan keji dan
kriminal besar pada masyarakat ataupun pada agama itu sendiri, al-Qur’an
menjanjikan siksa yang pedih di dunia maupun akhirat bagi orang-orang yang
menggeluti dunia Riba ini, bukti bahwa perbuatan ini merupakan tindak kriminal
besar adalah apa yang dianalogikan al-Qur’an bagi para pelaku transaksi ini, yang
digambarkan seperti orang orang yang kerasukan syaitan.
Setidaknya
dapat kita sederhanakan bahwa, ada tiga poin penting dalam Riba ini.
Pertama : Bahaya
Riba dari faktor internal Riba itu sendiri adalah, bahwa Riba akan menumbuhkan
perasaan monopoli dan egoisme yang tinggi, sehingga yang diketahui hanyalah
dirinya sendiri, dan dia tidak akan mementingkan kecuali kepentingan dia
sendiri, yang akhirnya akan menghilangkan kecintaannya pada kebaikan individu
ataupun sosial.
Kedua : Bahaya
Riba dari faktor kehidupan sosial adalah, bahwa Riba akan menimbulkan permusuhan
dan kebencian diantara individu masyarakat, yang mengancam adanya perpecahan
hubungan antara manusia yang telah terbangun dengan solid sebelumnya, yang pada
akhirnya dapat merusak tatanan sisial yang ada.
Ketiga :
Bahaya Riba dari segi perekonomian adalah, bahwa Riba itu secara tidak langsung
akan membagi kelompok masyarakat pada dua kelompok, yaitu kelompok yang hidup
dengan nikmat dan kesenangan atas keringat dan penderitaan orang lain, dan
kelompok yang hidup dalam kemiskinan dan bayang-bayang orang lain, yang pada
ujungnya akan memperjelas kesenjangan sosial yang ada, dan hal tersebut akan
sangat rentan pada perpecahan dan juga konflik.
Tiga hal pokok
ini, jika dibiarkan akan merusak tatanan dunia yang ada, dan bahkan tinggal
menunggu kehancuran dunia saja, maka perlu diketahui bahwa sudah sedari awal
Islam memberikan konsep persaingan yang sehat dalam memajukan perekonomian
secara makro, tanpa ada penipuan ataupun dominasi kelompok yang akhirnya
menimbulkan perpecahan.
Wallahu
A‘lam
[1]
Fahruddin ar-Rozi, Mafatih al-Ghaib, Juz 1, Hal. 47
[2] Riba itu ada dua macam: nasiah dan
fadhl. riba nasiah ialah pembayaran lebih yang disyaratkan oleh orang yang
meminjamkan. riba fadhl ialah penukaran suatu barang dengan barang yang
sejenis, tetapi lebih banyak jumlahnya Karena orang yang menukarkan
mensyaratkan demikian, seperti penukaran emas dengan emas, padi dengan padi,
dan sebagainya. riba yang dimaksud dalam ayat Ini riba nasiah yang berlipat
ganda yang umum terjadi dalam masyarakat Arab zaman Jahiliyah.
[3] Maksudnya: orang yang mengambil
riba tidak tenteram jiwanya seperti orang kemasukan syaitan.
[4]
Riba yang sudah diambil (dipungut) sebelum turun
ayat ini, boleh tidak dikembalikan.
[5] Yang dimaksud dengan memusnahkan riba ialah
memusnahkan harta itu atau meniadakan berkahnya. dan yang dimaksud dengan
menyuburkan sedekah ialah memperkembangkan harta yang Telah dikeluarkan
sedekahnya atau melipat gandakan berkahnya.
[6] Maksudnya ialah orang-orang yang
menghalalkan riba dan tetap melakukannya.
[7]
Ibnu Katsir,Tafsir al-Qur’anil ‘Adzim, Juz 1. Hal. 708
[8]
Diriwayatkan oleh al-Wahidiy dari as-Sayyidi. Lihat Majma’ al-Bayan Juz 2, Hal
392, dan Zaad al-Musir Juz 1, Hal. 332.
[9]
Lihat Tafsir Abi as-Sa’ud, Juz 1, Hal. 202. dan Zaad al-Musir, Juz 1, Hal. 330
[10]
At-Thabari, Jami’ al-Bayan, Juz 4, Hal. 90
Play Blackjack at CafeCasino.org | Play Blackjack at CafeCasino.org
BalasHapusCafeCasino.org is the place to 사설 사이트 play blackjack and learn to win and not only does 오피주소 it offer some 승인 전화 없는 사이트 unique and exhilarating bonuses 코드 벳 to the 챗 룰렛 table players that love