Imam Abu Dawud {202 H (817 M) - 275 H (888 M)}, dan Kitab Sunan


Oleh: Labib Syauqi
a. Biografi
Nama lengkap beliau adalah : Abu Dawud Sulaiman bin Al-Asy'ats As-Sijistany, dalam kitab hadits beliau disebut : Abu Daud, Abi Daud, atau Abu Dawud adalah salah seorang perawi hadits, yang mengumpulkan sekitar 500.000 hadits lalu memilih dan menuliskan 4.008 di dalam kitab "Sunan Abu Dawud"[1]. Untuk mengumpulkan hadits, beliau bepergian ke Saudi Arabia, Irak, Khurasan, Mesir, Suriah, Nishapur, Marv, dan tempat-tempat lain, menjadikannya salah seorang ulama yang sangat luas perjalanannya.
Bapak beliau yaitu Al Asy`ats bin Ishaq adalah seorang perawi hadits yang meriwayatkan hadits dari Hamad bin Zaid, dan demikian juga saudaranya Muhammad bin Al Asy`ats termasuk seorang yang menekuni dan menuntut hadits dan ilmu-ilmunya juga merupakan teman perjalanan beliau dalam menuntut hadits dari para ulama ahli hadits.
Abu Dawud sudah berkecimpung dalam bidang hadits sejak berusia belasan tahun. Hal ini diketahui mengingat pada tahun 221 H, dia sudah berada di Baghdad, dan di sana beliau menemui kematian Imam Muslim, sebagaimana yang beliau katakan : "Aku menyaksikan jenazahnya dan mensholatkannya"[2]. Walaupun sebelumnya beliau telah pergi ke negeri-negeri tetangga Sajistaan, seperti khurasan, Baghlan, Harron, Roi dan Naisabur. Setelah beliau masuk kota Baghdad ,beliau diminta oleh Amir Abu Ahmad Al Muwaffaq untuk tinggal dan menetap di Bashroh,dan beliau menerimanya, akan tetapi hal itu tidak membuat beliau berhenti dalam mencari hadits.
Kemudian mengunjungi berbagai negeri untuk memetik langsung ilmu dari sumbernya. Dia langsung berguru selama bertahun-tahun. Diantara guru-gurunya adalah Abi Salamah al-Tabdzuki, Abu Walid ath-Thayalisi, Muhammad bin Katsir al-‘Abdi, Muslim bin Ibrohim, Abi Umar al-Khoudli, Abi Taubah al-Halbi, Sulaiman bin Abdirrohman al-Dimsyiqi, Sa’id bin Sulaiman al-Wasithi, Sofwan bin Solih al-Dimsyiqi, Abi Ja’far al-Nafili, Ahmad, Yahya, Ali, Yahya, Ishaq, Quthn bin Nasir, dan masih banyak ulama lainnya dari Iraq, Khurasan, Syam, Mesir, ataupun dari Hijaz.
Demikian pula murid-murid beliau cukup banyak antara lain, yaitu Abu Ali Muhammah bin Ahmad bin ‘Amr al-Lu’lu’iy, Abu Thoyib Ahmad bin Ibrohim bin Abdurrahman al-Asynani, Abu ‘Amr Ahmad bin Ali bin Hasan Basri, Abu Sa’id Ahmad bin Muhammad bin Ziad al-A’robi, Abu Bakar Muhammad bin Abdurrazaq bin Daasah, Abul Hasan Ali bin Hasan bin Abd al-Anshori, Abu Isa Ishaq bin Musa bin Sa’id al-Ramli, Abu Usamah Muhammad bin Abdul Malik bin Yazid al-Rowas, mereka adalah periwayat kitab sunan dari Abu Daud.
Kemudian Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad bin Ya’qub al-Bashri perawi kitab al-Rad ‘Ala Ahlil Qodar dari beliau, Abu Bakar dan Ahmad bin Sulaiman an-Najar perawi kitab Nasih dan Mansukh dari beliau, Abu Ubaid Muhammad bin Ali bin Utsman al-‘Ajuri al-Hafidz perawi kitab al-Masa’il dari beliau, Isma’il bin Muhammad al-Mathor perawi kitab Musnad Malik darinya, Abu Abdirrahman an-Nasa’i dan Abu Isa at-Tirmidzi dan Harb bin Isma’il al-Kirmani, Zakria as-Saji, Abu Bakar Ahmad bin Muhammad bin Harun al-Hanbali, Abdullah bin Ahmad bin Musa ‘Abdan al-Ahwari, Abu Basyar Muhammad bin Ahmad ad-daulabi, Abu ‘Awanah Ya’qub bin Ishaq al-Isfira’ini, Abu Bakar bin Abi daud (anak beliau), Abu Bakar Abdullah bin Muhammad bin Abi ad-Dunya, Ibrahim bin Hamid bin Ibrahim bin Yunus al-‘Aquli, dan masih banyak lainnya[3].

b. Karya-karyanya
Hasil karya beliau banyak sekali, diantaranya adalah :
1.      Kitab as-Sunan
2.      Almasa’il Allati Kholafa Alaiha Imam Ahmad bin Hambal
3.      Kumpulan jawaban atas pertanyaan Imam al-‘Ajuri
4.      Kitab az-Zuhdu
5.      Kitab al-Marosil
6.      Kitab fi ar-Rijal Makhtut fi al-Dzohiriyah
7.      Kitab al-Qodar
8.      Kitab an-Nasikh
Imam Abu Daud menyusun kitabnya as-Sunan di Baghdad. Minat utamanya adalah syariat, jadi kumpulan hadits-nya berfokus murni pada hadits tentang syariat. Setiap hadits dalam kumpulannya diperiksa kesesuaiannya dengan Al-Qur'an, begitu pula sanadnya. Dia pernah memperlihatkan kitab tersebut kepada Imam Ahmad untuk meminta saran perbaikan.

c. Sunan Abu Dawud
Banyak karya-karya intelektual beliau yang dapat kita pelajari dan kita kaji, namun karya beliau yang paling terkenal dan fenomenal adalah Sunan Abi Dawud. Kitab "Sunan Abu Dawud" diakui oleh mayoritas dunia Muslim sebagai salah satu kitab hadits yang paling otentik. Namun, diketahui bahwa kitab ini mengandung beberapa hadith lemah (yang sebagian ditandai beliau, sebagian tidak).
1.      Susunannya
Beliau menyusun kitab ini menurut urutan bab-bab dalam kitab Fiqih, karena as-Sunan menurut ahli Hadis adalah kitab yang disusun menurut bab-bab dalam Fiqih. Maka tidak didapati dalam kitab ini seperti pembahasan Zuhud, sifat-sifat surga dan neraka dan lainnya. Kecuali beliau menambahkan satu bab yang membahas tentang Aqidah pada bagian akhir kitab ini.
2.      Motifasi penulisan
Motifasi penulisan beliau terhadap kitab ini adalah untuk mengumpulkan hadis-hadis yang berkenaan dengan permasalahan hukum-hukum syari’at yang dijadikan sebagai dalil oleh para ahli Fiqih dalam menyusun hukum-hukum Fiqih, seperti apa yang dikatan oleh Abu Dawud dalam risalah beliau kepada ahli Makkah: “tidaklah aku menyusun (mengumpulkan) hadis-hadis dalam kitab as-Sunan kecuali hadis-hadis hukum, dan tidak aku masukkan kitab zuhud dan Fada’il ‘Amal padanya”[4].
3.      Metodologi Penulisan
Beliau tidak memberikan pengantar (muqaddimah) untuk menjelaskan tentang Metodologi beliau dalam kitab ini, karena telah menjadi kebiasaan para pendahulunya yaitu para imam yang menyusun kitab hadis, tetapi belaiu menulis Risalah Ila Ahli Makkah yang menjelaskan Metodologi beliau dalam penyusunan kitab Sunan ini.
Lebih lanjut dalam Risalah itu beliau menjelaskan bahwa, beliau menyusun kitab Sunan menurut bab-bab kitab Fiqih, dan kitab-kitabnya juga demukian pula dimulai dengan kitab at-Thaharah. Jumlah kitab-kitab tersebut ada 35 kitab, dan setiap kitab terbagi menjadi beberapa bab, dan terkadang bab tersebut dibagi lagi menjadi beberapa sub bab, serta beliau merincinya jika dianggap perlu. Kemudian bab-bab tersebut juga berbeda porsi pembahasannya, ada yang pada bab tersebut banyak hadisnya, dan ada juga yang sedikit, terkadang beliau juga menguraikan bab tersebut dengan panjang lebar, dan meringkas pembahasannya pada bab lainnya, dan bahkan ada juga bab yang hanya berisi satu atau dua hadis saja.
Beliau tidak akan mengulangi penulisan satu hadis dalam satu bab kecuali adanya manfaat atas adanya pengulangan tersebut, dan jika hadis yang diulang terlalu panjang, maka beliau cukup memberikan keterangan atas adanya kesamaan dengan hadis yang telah terdahulu. Dan jika beliau menemui dua riwayat atau lebih yang disana terdapat penambahan lafadz, maka beliau akan menuliskan hadis yang pertama lengkap sanad dan juga lafadznya, kemudian menyebut hadis yang kedua sanadnya lengkap kemudian tambahan lafadznya saja. Seperti contoh pada hadis nomor 111, 112, 113 dan juga 114 pada bab Sifat Wudlu Rasulillah.
Abu Dawud akan menjelaskan jika ada hadis-hadis yang diringkas riwayatnya oleh orang lain, akan tetapi beliau akan diam jika yang meringkas riwayat tersebut adalah beliau sendiri, Seperti pada hadis nomor 49 pada bab “Bagaimana cara bersiwak”. Beliau jiga memberikan komentar-komentar pendek pada matan-matan hadis yang dianggap perlu, dan juga mengomentari para perawi hadis yang diriwayatkan jika dianggap perlu.
4.      Syarat Abu Dawud dalam Penulisan Kitab
Beliau tidak mensyaratkan dalam kitabnya hanya terkhusus pada hadis yang sohih saja, akan tetapi mencakup hadis sohih, hasan, dan juga hadis dlo’if yang boleh diamalkan (dlo’if yang naik pada derajat hasan lighoirihi), ataupun hadis yang dlo’if tetapi konsekwen untuk menjelaskannya.
Maka dari perkataan beliau dalam Risalahnya, dapat kita simpulkan beberapa poin penting :
·         Beliau tidak hanya memasukkan hadis yang sohih saja, melainkan hadis-hadis yang lain juga seperti hasan, atau bahkan dlo’if, kecualai hadis Maudlu’ (palsu) yang tidak beliau masukkan.
·         Hadis Maudlu’ terbagi menjadi dua, yang pertama adalah hadis maudlu’ yang mempunyai cacat sangat, yang pasti akan dijelaskan oleh beliau. Dan yang kedua adalah hadis dlo’if yang bisa naik pada derajat Hasanlighoirihi, maka beliau akan mendiamkannya[5].
·         Beliau tidak memasukkan hadis dlo’if, kecuali terdesak dan tidak ada hadis lain yang sohih dalam bab tersebut.
·         Beliau juga tidak mengambil hujjah pada perawi yang matruk (yang ditinggalkan periwayatannya) dan hadisnya sangat lemah sekali.
Apa pertimbangan beliau sampai memasukkan hadis yang lemah kedalam kitabnya adalah karena beliau berpendpat bahwa, hadis yang lemah itu lebih utama daripada ra’yi (pendapat manusia)
Dalam kitab beliau terdapat juga hadis-hadis yang tidak diterangkan status hadisnya, dan jika hadis beliau tidak ada keterangannya, maka hadis tersebut adalah Sholih. Hal tersebut seperti perkataan beliau : “Dan apa yang aku diamkan darinya, maka dia Sholih”.
Dan dari perkataan inilah, para ulama hadis berbeda pendapat untuk memahami perkataan Abu Dawud tersebut. Pendapat pertama mengatakan bahwa hal tersebut tidak turun dari derajat hasan bahkan mungkin termasuk derajat shohih. Ini adalah pendapat Ibnu Askan, Ibnu Mandah, Hakim, Ibnu Abdil Barr, Ibnu Sholah, as-Silafi dan al-Mundziri. Pendapat kedua mengatakan bahwa, hadis itu adalah hadis-hadis yang sudah tampak jelas kelemahannya, sehingga beliau tidak perlu lagi menjelaskannya karena kelemahannya sudah disepakati oleh para ulama. Ini adalah pendapat Imam Nawawi.
5.      Para Periwayat Kitab
Kitab Sunan Abu Dawud ini diriwayatkan pada kita oleh 7 orang muridnya, akan tetapi terdapat empat periwayat yang sangat terkenal[6] :
·         Abu Ali Muhammad bin Ahmad bin ‘Amr Al-Lu’lui
Riwayat beliau termasuk yang paling sohih karena, pertama dia merupakan akhir riwayat yang dibacakan oleh Abu Dawud, kedua karena al-Lu’lui mendengar Sunan Abu Dawud dari pengarangnya beberapa kali, ketiga para imam lainnya kebanyakan berpegangan pada riwayat al-Lu’lui.
·         Abu Bakar Muhammad bin Bakar Ibnu Daasah at-Tamar.
Riwayat ini termasuk yang paling lengkap, dan riwayat ini terkenal di negeri barat (Maroko dan sekitarnya yang termasuk dalam kerajaan Andalus)
·         Abu Sa’id Ahmad bin Muhammad bin Bisyr bin Dirham Ibnu ‘Arabi
·         Abu Amr Ahmad bin Ali bin Al-Hasan Ibnul Abdi Al-Anshori
6.      Syarah Kitab
Sungguh kitab Sunan Abu Daud ini menjadi inspirasi bagi banyak ulama untuk membuat karya-karya baru yang mensyarahi (memperjelas) atau meringkasnya, yang dapat menambah koleksi khazanah keilmuan dalam islam tentunya. Setidaknya hal tersebut bermula dari Zakiyyuddin Abdul ‘Adzim al-Mundziri (656 H) yang meringkas kitab Sunan tersebut menjadi sebuah kitab yang bernama al-Mujtaba, kemudian kitab ini disyarahi oleh imam Suyuthi dengan nama Zahrur Riba ‘Ala al-Mujtaba, yang kemudian syarah ini disyarahi lagi oleh Ibnu al-Qoyyim al-Jauziyah (751 H), disamping itu masih banyak lagi ulama yang mensyarahi kitab Sunan ini diantaranya :
1.      Muhammad bin Ibrohim al-Hatobi (388 H) dengan nama Ma’alim as-Sunan
2.      Imam Suyuthi juga mensyarahinya dengan nama Mirqatus Su’ud Ila Sunani Abi Daud.
3.      Ahmad bin Da’in al-Yamani as-Suyuthi (753 H) mensyarahinya 4 jilid besar
4.      Abu Zur’ah al-Iraqi (826 H) mensyarahinya kedalam 7 jilid
5.      Hafidz Ala’uddin (765 H) mensyarahinya tetapi tidak selesai kemudian disempurnakan oleh al-Hatobi dan dinamakan dengan kitab Ma’alim as-Sunan
6.      Syihabuddin Abu Muhammad al-Muqoddasiy (765 H) Intiha’us Sunan Waqtifa’us Sunan, dan banyak kitab lainnya[7].

d. Komentar Ulama
Banyak ulama yang meriwayatkan hadits dari beliau, di antaranya Imam Turmudzi dan Imam Nasa'i. Al Khatoby mengomentari bahwa kitab tersebut adalah sebaik-baik tulisan dan isinya lebih banyak memuat fiqh daripada kitab Shahih Bukhari dan Shahih Muslim. Ibnul A'raby berkata, barangsiapa yang sudah menguasai Al-Qur'an dan kitab "Sunan Abu Dawud", maka dia tidak membutuhkan kitab-kitab lain lagi. Imam Al-Ghazali juga mengatakan bahwa kitab "Sunan Abu Dawud" sudah cukup bagi seorang mujtahid untuk menjadi landasan hukum[8].
Imam Abu Bakar al-Khola dan Muhammad bin Yasin al-Harowi memberi pernyataan yang serupa bahwa Abu Dawud adalah seorang tokoh panutan dan sentral pada masanya, dia adalah seorang yang sangat hati-hati dalam menerima ilmu, beliau juga terkenal wira’I (menjaga dari perbuatan dosa). Muhammad bin Mukhollad berkata bahwa Abu Dawud menguasai seratus ribu hadis, dan ketika beliau menyusun kitab Sunan dan membacakan kitab itu kepada manusia, maka kitab beliau seperti menjadi Mushaf bagi para ahli hadis, mereka mengikutinya dan mengakuinya. Dan lebih lanjut Abu Abdillah bin Mundih berkata bahwa orang-orang yang mengeluarkan hadis-hadisnya  dan membedakannya antara hadis yang sudah tetap dari yang masih mengandung cacat, dan juga yang membedakan hadis yang benar dari yang salah adalah empat orang, yaitu Bukhori, Muslim, dan setelah keduanya adalah Abu Dawud dan selanjutnya adalah an-Nassa’i[9].
Beliau adalah imam dari imam-imam ahlusunnah wal jamaah yang hidup di Bashroh kota berkembangnya kelompok Qadariyah, demikian juga berkembang disana pemikiran Khowarij, Mu`tazilah, Murji`ah dan Syi`ah Rafidhoh serta Jahmiyah dan lain-lainnya, tetapi walaupun demikian beliau tetap dalam keistiqomahan diatas Sunnah dan beliaupun membantah Qadariyah dengan kitabnya Al Qadar, demikian pula bantahan beliau atas Khowarij dalam kitabnya Akhbar Al Khawarij, dan juga membantah terhadap pemahaman yang menyimpang dari kemurnian ajaran islam yang telah disampaikan olah Rasulullah. Maka tentang hal itu bisa dilihat pada kitabnya As Sunan yang terdapat padanya bantahan-bantahan beliau terhadap Jahmiyah, Murji`ah dan Mu`tazilah.
Beliau wafat dikota Bashroh tanggal 16 Syawal 275 H dan disholatkan janazahnya oleh Abbas bin Abdul Wahid Al Haasyimy.

e. Daftar Putaka

Kasyfu al-Dzunun

Tarikh Al Baghdady

Tahdzibu al-Tahdzib

Risalah Abi Dawud Ila Ahli Makkah

An-Nukat Ala Ibnu Sholah

Majalah As-Sunnah, Edisi 06, Tahun 1420-2000, Hal. 6-11

Muqaddimah Sunan Abu Daud



[1] . Kasyfu al-Dzunun, Juz 2, Hal. 1002
[2] . Tarikh Al Baghdady, Juz 9 Hal. 56
[3] . Tahdzibu al-Tahdzib, Juz 4, Hal. 149-150
[4] . Risalah Abi Dawud Ila Ahli Makkah, hal. 33
[5] . Lihat, Ibnu Hajar, An-Nukat Ala Ibnu Sholah, Juz 1, Hal. 435
[6] . Majalah As-Sunnah, Edisi 06, Tahun 1420-2000, Hal. 6-11
[7] . Kasyfu al-Dzunun, Juz 2, Hal. 1002
[8] . Muqaddimah Sunan Abu Daud, Juz 1, Hal. 4-23
[9] . Tahdzibu al-Tahdzib, Juz 4, Hal. 151

Komentar

Postingan Populer