Mengenal Maulana Jalaluddin Rumi


Oleh: Labib Syauqi

Sosok Maulana Jalaluddin Rumi adalah seorang tokoh besar yang membawa lentera cerah didepan para pencintanya. Maulana menjadi seorang tokoh spiritual yang memegang lentera cahaya dan memberikan cahaya terang itu bagi siapa saja yang mendambakan cinta hakiki pada TuhanNya.
Rumi adalah seorang guru spiritual bagi para guru cinta, dia membuat syair akan tetapi tidak bisa dibaca sebagai sebuah syair, dia menulis cerita akan tetapi tidak bisa dipahami hanya sebagai seorang penutur cerita. Dia adalah seorang mursyid yang memimpin manusia dari kemurnian rohani dan realita, sehingga sepanjang sejarah tradisi Mawlawi dan perkembangan terkini para Rumian di seluruh dunia, mereka menemukan sesuatu yang berbeda didalam diri Rumi dan nilai-nilai ajarannya sehingga menjadikan alasan kuat bagi mereka untuk semakin mencintainya.
Dunia semakin tua dengan berbagai permasalahan pelik yang dideritaya, dihadapkan dengan krisis multi dimensi serta miskin akan spiritualitas. Hingar-bingar dunia dengan permasalahannya yang tak terhitung itu, meminta kita untuk memberikan perhatian khusus guna ikut berusaha untuk bersama mengurainya. Dan lentera cerah itu coba ditawarkan Rumi kepada seluruh manusia dalam pesan abadi cinta dan kesucian jiwa.
Dalam bingkai ini, dunia diharapkan mempunyai kepedulian terhadap keruwetan yang terjadi di sekitarnya, untuk bisa memahami dan menyajikan pesan-pesan yang disampaikan Maulana dengan benar. Satu ketika dengan harapan, dalam kesempatan lain disertai cinta, dan kadang dengan kerinduan, Maulana menuntun kita kedepan untuk mencari jati diri kita, karena dunia membutuhkan rangkulan toleransi, cinta, kedamaian serta harapan.
Dalam optimisme tersebut juga, maka pada tahun 2007 UNESCO mendeklarasikan tahun itu sebagai “Maulana Year”, dengan harapan supaya nilai-nilai yang dibawa oleh Rumi dapat tetap hidup dan menjadi agenda dunia menyeluruh untuk menuju kebaikan yang universal.

Masa Kecil dan Pendidikannya
Maulana Jalaluddin Rumi dilahirkan pada 30 September 1207 di Balkh, yang terletak di bagian utara Afganistan sekarang, sebuah kota yang waktu itu menjadi pusat dari daerah bagian Khurosan. Beliau lahir dalam trah keluarga mulia serta terhormat, dari seorang Ibu yang bernama Mu’min Khatun dan seorang ayah yang bernama Bahauddin Walad yang dikenal dengan julukan Sulthanul Ulama (pemimpin para Ulama), kakaknya bernama Alauddin Muhammad dan adiknya bernama Fatma Khatun.
Bahauddin Walad pergi berhijrah meninggalkan Balkh bersama dengan keluarganya serta sekelompok pengikutnya, dengan tujuan ingin menunaikan Ibadah Haji, mereka meninggalkan kampung halaman untuk sebuah perjalanan mulia. Pada sepanjang perjalanan mereka mendapatkan sambutan baik serta peghormatan ditempat mereka berhenti untuk beristirahat. Hingga ketika mereka sampai di Nishabur, mereka bertemu dengan seorang tokoh sufi terkenal Fariduddin Attar, yang pada waktu itu Jalaluddin kecil bersama mereka. Attar kemudian memberikan hadiah kepada Jalaluddin seraya berkata kepada Bahauddin “ Jagalah anak ini dan berikan padanya penghormatan besar, karena tak lama lagi kamu akan melihat bahwa dia akan membakar hati para pecinta sejati di dunia ini”.
Rombongan berhenti di Dimishq (Sham) setelah pulang dari Ibadah Haji, kemudian setelah itu rombongan menuju Erzincan. Atas permintaan dari seorang pemimpin, mereka dimohon untuk menetap sebentar di Akshehir Erzincan. Setelah melakukan perjalanan mengitari Anatolia untuk cukup waktu yang lama, mereka akhirnya menetap untuk sementara di Larende (sekarang Karaman). Kemudian di Larende ketika Jalaluddin berusia sekitar 18 tahun, dia menikah dengan Gawhar Khatum yang merupakan putri dari Khaja Lala al-Samarqandi, yaitu orang yang ikut dalam perjalanan meninggalkan Balkh bersama dengan keluarga Jalaluddin. Dia dikaruniai dua orang anak, Bahauddin Muhammad (Sultan Walad) serta Alauddin Muhammad. Rombongan serta keluarga Maulana Jalaluddin menetap di Larende sekitar 7 tahun, Ibu dari Maulana yaitu Mu’mine Khatum serta kakaknya Alauddin meninggal dan dikebumikan disitu.
Pada tahun 1229, Bahauddin Walad beserta rombongan dan keluarganya, mendapat undangan terhormat dari Sultan Alauddin Keykubad I, untuk pindah dari Karaman dan menetap di Konya. Sultan beserta rombongannya waktu itu bertemu dalam perjalanan dan memberikan penghargaan tinggi pada mereka, serta menawarkan pada mereka untuk menetap di Istana yang nyaman. Meskipun mendapatkan tawaran dari Sultan untuk menetap di istana, akan tetapi Bahauddin Walad menolak dan lebih memilih untuk tinggal di madrasah.
Konya pada waktu itu merupakan pusat kekuasaan Kerajaan Seljuks yang dipenuhi dengan daya tarik, penghormatan, serta keteraturan undang-undang, sehigga banyak para ulama, para tokoh sufi, para seniman serta para ilmuwan yang memilih tinggal disitu, dan Konya juga merupakan tempat bagi orang-orang yang meminta perlindungan dari serangan tentara Mongol pada waktu itu.
Ketika Bahauddin Walad meninggal, Jalaluddin berusia sekitar 80 tahun, dan masyarakat meminta agar supaya Jalaluddin menggantikan posisi ayahnya. Akan tetapi tak lama kemudian datanglah pengganti Bahauddin Walad yaitu Sayyid Burhanuddin Mukaggig-i Tirmizi yang datang ke Konya.
Guru pertama Jalaluddin adalah ayahnya sendiri, kemudian diteruskan oleh murid dari ayahnya yaitu Sayyid Burhanuddin untuk menempa spiritual Jalaluddin agar mencapai titik tinggi dalam pengetahuannya. Maulana juga memasrahkan dirinya untuk mengikuti didikan Sayyid Burhanuddin dan berada dibawah pengawasannya. Kemudian atas permintaan gurunya juga, dia pergi menuju Halab dan Damascus untuk menyempurnakan pendidikannya, hingga dia kembali lagi ke Anatolia untuk waktu yang lama. Sekembalinya, kemudian dia meneruskan pendidikan ruhaniahnya atas permintaan gurunya yaitu Sayyid Burhanuddin. Dan akhirnya dia dapat melewati berbagai macam ujian untuk menuju penjernihan jiwa serta memeditasikan pendengarannya untuk dapat mendengar rahasia keTuhanan untuk mencurahkan perhatiannya pada dunia luar. Dan di akhir pendidikannya, Sayyid Burhanuddin berkata bahwa pendidikan Maulana telah selesai, dan dia kini telah menjadi seorang guru spiritual (murshid).
Seorang guru besar serta seorang tokoh sufi Sayyid Burhanuddin yang dikenal juga dengan sebutan Sayyid-i Sirdan (master of secret) meninggal pada tahun 1242 di Kayseri. Setelah itu, Maulana memulai untuk memberikan pencerahan serta mengajar pengetahuan agama pada masyarakat. Pada bidang Fiqih Syariat dan juga Hadits, Maulana mencapai puncak keilmuwannya yang sampai pada derajat Qadi yang memberikan fatwa. Menurut sejarah waktu itu dia mempunyai ratusan murid serta pengikut, yang mereka datang dari berbagai penjuru daerah. Disamping dia terikat dengan dunia pendidikan syariat, di sisi lain dia juga aktif dengan nilai-nilai sufi Imam Ghazali yang dipadukan untuk menguasai serta memahami ajaran agama.

Pertemuannya dengan Syams Tabrizi
Hari berganti hari seperti biasa, angin sejuk menerpa dedaunan yang berguguran, nampak seorang aneh, seorang pengelana darwish bernama Shams Tabrizi datang menuju Konya. Ketika dia bertemu dengan Maulana, dia meninggalkan kesan istimewa, seakan Maulana telah bertemunya entah di Halab ataupun di Dimishq (Sham). Sebenarnya terdapat riwayat berbeda mengenai pertemuannya dengan Shams Tabrizi akan tetapi yang jelas, setelah pertemuan Maulana dengan Shams Tabrizi, dia berubah seketika setelah pertemuan itu. Maulana yang mendambakan kedatangan seorang guru untuk membimbing jiwanya akhirnya menemukan seorang guru yang bijak. Setelah pertemuan itu, dia menghabiskan waktunya hanya dengan Shams. Dia tidak lagi mengajar dan memberikan pengajian di madrasah seperti biasanya. Setelah bersama dalam waktu yang lama, bulan demi bulan, Maulana telah berubah perilakunya. Dia mulai memakai pakaian sufi rompi lengan panjangnya sambil membacakan puisi-puisi cintanya, ecstasy, semangat tinggi, serta kegembiraan yang luar biasa. Dia mulai berputar (sema), tiupan lantunan seruling (ney) serta gema suara rebab menemani setiap paduan musiknya.
Ketika Maulana merupakan seorang ulama yang dicintai oleh masyarakatnya telah “ditawan” oleh Shams, yang bahkan tidak diketahui siapa dia sebelumnya dan dari mana dia datang, kemudian menghilang bersama Sams untuk beberapa bulan, menghabiskan segala sesuatu yang dimilikinya demi untuk menggapai kepentingannya, meninggalkan segala macam aktifitas pengajiannya dengan masyarakat di madrasah. Orang-orang yang berada disekeliling Maulana akhirnya bersikap memusuhi melawan Shams, hingga mereka memanggil dia “Tukang Sihir”. Shams kemudian tiba-tiba menghilang karena kata-kata serta perlakuan masyarakat. Mereka yang mengharapkan Maulana untuk bisa kembali seperti dulu kala, setelah 16 bulan dia bersama menghabiskan waktu dengan Shams.
Ketika Maulana dalam keadaan sedih yang mendalam serta dalam situasi menderita setelah ditinggal Shams, dia mendengar tentang kabar Shams setelah 15 bulan menghilang, akan keberadaannya di Dimishq (Damaskus). Kemudian dia mengutus putranya Sultan Walad dengan ditemani beberapa keluarga menuju Dimishq untuk menemui Shams kemudian mengajaknya ke Konya. Maulana merasa sangat bahagia akan kedatangan Shams kembali ke Konya, setelah para masyarakat menerima Shams dan beliau juga memaafkan masyarakat. Whirling (tarian) kembali digelar, Maulana dan Shams menari kemana saja mereka diundang. Akan tetapi situasi tersebut tidak berlangsung lama, ketika Maulana banyak menghabiskan waktunya bersama Shams, para masyarakat mulai memperbincangkan mereka dan kembali memusihi Shams. Putra Maulana yang kedua Alauddin Celebi tergabung dalam kelompok orang-orang yang memusuhi Shams, hingga akhirnya sekelompok murid Maulana dan beberapa saudaranya merencanakan untuk membunuh Shams secara rahasia, atau menurut sumber lain mengatakan bahwa, mereka mengusir Shams dari Konya pada tahun 1424 hingga kemudian tidak ada kabar apapun tentang Shams lagi.
Kepergian Shams yang tiba-tiba mengejutkan dan membuat Maulana terguncang. Siang dan malam dia membaca puisi, menari berputar (whirling), hingga dia tidak bisa tenang meskipun sesaat. Dan ketika inilah, kebanyakan karya puisinya di kitab Divan-i Kebir yang terdiri dari sekitar 40 ribu pasang bait, yang disusun ketika beliau dalam keadaan sedih dan kegelisahan tinggi.

Sepeninggal Syamsi Tabriz
Hilangnya kesadaran yang dialami Maulana setelah pertemuannya dengan Shams membuat sejumlah ulama dan para hakim marah. Mereka mengatakan, bahwa apa yang dilakukan oleh keduanya (Mewlana dan Shams) adalah menyimpang dari ajaran agama. Maulana yang kecewa dan terluka karena perlakuan mereka, bahkan pernah sampai dua kali beliau pergi ke Dimishq untuk mencari Shams, meskipun akhirnya tidak dapat menemukan jejaknya dan akhirnya kembali ke Konya. Setelah kembalinya ke Konya pada tahun 1250, Maulana mulai kembali mendapatkan kesadarannya, yang akhirnya “rembulan” kembali lagi bersinar menerangi kegelapan sekelilingnya.
Maulana yang hidup dalam kesederhanaan secara materi, bertugas memberikan fatwa untuk pemerintah, mulai saat itu beliau semakin sibuk dalam memberikan bimbingan kepada para Salik Sufi, memberikan nasehat dan juga memberikan petunjuk kepada orang-orang. Kemudian beriring bergantinya waktu, beliau kemudian menemukan seorang teman dekat Salahuddin, seorang pengrajin perhiasan yang merupakan murid dari gurunya Sayyid Burhanuddin. Meskipun beberapa orang disekeliling Maulana merasa tidak nyaman atas kedekatan Maulana dengan seorang yang tidak berpendidikan dan bersahabat karib dengan beliau, Maulana tidak mempedulikan apa kata mereka bahkan hubungan beliau semakin akrab dan bahkan beliau mengabdikan dirinya pada Salahuddin Zerkubi tanpa syarat, hingga Maulana menikahkan putranya Sultan Walad dengan anaka perempuan Salahuddin yang bernama Fatma Khatun. Kemudian setelah 10 tahun berteman akrab dengan Mewlana, Salahuddin Zerkubi sakit keras dan meninggal pada tahun 1258. Sepeninggal karibnya Maulana kembali terguncang dan kemudian kembali menulis puisi-puisinya. Di sisi lain, meskipun penderitaan serta kesedihan atas perpisahan yang dialami dan tak pernah hilang, beliau tetap berusaha untuk selalu berbaur dengan masyarakat.
Setelah sepeninggal Salahuddin, Mewlana kemudian dekat dengan Chalabi Hisamuddin yang dikenal merupakan seorang berpendidikan dan bijaksana. Dia yang mengabdikan dirinya pada Maulana dengan penuh cinta dan hormat, kemudian meminta kepada Maulana untuk menulis sebuah buku yang menjelaskan tentang hakikat kebenaran sufi untuk para darwis (salik). Kemudian Mewlana mengambil beberapa kertas dari sorbannya yang telah ditulisi 18 bait awal dari Mathnawi (puisi per-dua bait) yang kemudian diberikannya pada Chalabi Hisamuddin, kemudian Mewlana berkata pada Chalabi bahwa dia akan memberitahunya ketika dia bersedia untuk menulis.
Maulana menghabiskan hidupnya sekitar 10 sampai 15 tahun untuk menulis Mathnawi, setiap kali kesempatan ketika beliau membacakan puisi sedangkan Chalabi Hisamuddin menulisnya. Oleh karena itu, 6 jilid besar yang terdiri dari sekitar 26 ribu bait puisi dapat eksis sampai sekarang. Maulana menyampaikan pesan-pesan pentingnya dalam Mathnawi pada setiap kesempatan yang ditemuinya kepada Chalabi Hisamuddin, dia menjelaskan akan tujuan serta inti dari Mathnawi seraya berkata “Mathnawi akan memberikan bimbingan pada kita, akan menunjukkan bagi mereka yang mencari petunjuk, akan mengontrol serta menuntun mereka pada jalan kebenaran”.
Setelah kepeminpinan Sultan Alauddin Keykubad, sistem dari pemerintahan kerajaan mulai menurun serta lemah, kedamaian dan ketentraman di masyarakat Seljuks mulai perlahan tergerus. Hingga pada kesempatan yang lain, keberadaan Maulana dengan ide-idenya menjadi rujukan serta sumber ketentraman dan perlindungan. Tubuh Maulana Jalaluddin Rumi yang menemani hidupnya dengan penuh cinta, kesusahan serta perjuangan mulai lelah, hingga di akhir-akhir masa hidupnya beliau mulai sakit-sakitan, yang akhirnya kemudian dia menyusul untuk bersama dengan kekasih abadinya pada hari Minggu ketika matahari terbenam di bulan Desember tanggal 17, tahun 1273 yang disebut Maulana dengan sebutan “Shab-i Arus” yang berarti malam pengantin yang diperingati dengan berbagai acara sejak berabad-abad. Pada upacara pemakamannya dihadiri oleh setiap orang, yang terdiri dari muda tua, bahkan dari non muslim.

Karya-karyanya
1.      Divan-i Kebir
Artinya “Buku Besar”, karya besar berisi puisi ruba’i “empat bait” yang terdiri atas sekitar 40 ribu pasang puisi. Ini merupakan karya pertama beliau yang berada dalam kesengsaraan, kerinduan, serta kesedihan setelah kepergian gurunya Shams Tabrizi.
2.      Mathnawi
Karya besar yang terdiri dari sekitar 26 ribu pasang puisi dalam enam jilid buku, didalamnya terdapat berbagai macam cerita mengisahkan tentang keberagamaan seseorang, filsafat, etika serta berbagai macam aspek dalam kehidupan sosial. Maulana mempresentasikan kepada para pembaca, berbagai macam topik dari agama dan hubungan etika menuju administrasi pemerintahan, dari kehidupan kerja sampai kesehatan, dari ekonomi sampai konflik, dari filsafat dan ketuhanan sampai psikologi serta analisa sosiologi, dari ciptaan alam sampai partikel atom terkecil. Dengan ungkapan dan penjelasan yang begitu indah serta dengan rangkaian kata-kata yang belum pernah terungkapkan.
3.      Fihi Ma Fihi
Yang artinya “Di dalamnya ada Sesuatu”, merupakan karya beliau dalam bentuk prosa narasi (bukan dalam bentuk puisi), yang berisi tentang petuah-petuah Mewlana dan bisa dikatakan berupa rigkasan inti dari Mathnawi.
4.      Majalis Sab’a
Atau “Tujuh Pertemuan”, berisi tentang tujuh khutbah dan nasehat Mewlana di Masjid.
5.      Maktubat
Berupa koleksi dari surat serta pernyataan-pernyataan penting Mewlana saat itu, terhadap para pejabat serta pemerintah, yang berkaitan erat dengan sejarah serta perkembangan Kerajaan Seljuks.

Pemikiran dan pengaruhnya pada dunia
Maulana Jalaluddin Rumi selama hayat beliau dan bahkan setelah beliau wafat, banyak sekali memberikan kesan serta pengaruh pada banyak orang dan komunitas masyarakat, dia adalah seorang tokoh filsafat serta tokoh besar sufi Islam. Maulana adalah simbol orang yang jatuh cinta terhadap Allah, cinta pada Nabi, cinta toleransi dan lapang dada, serta hormat terhadap sesama, teladan atas persatuan dan kerjasama, penerjemah atas gagasan dan ide-ide cemerlang, yang meneriakkan suaranya dari Konya menuju dunia.
Pengaruh Maulana tentunya tidak hanya di Anatolia (Turki) saja, akan tetapi menyebar luas khususnya ke Iran dan benua India, pengaruhnya mempunyai efek yang besar sekali, banyak para cendekiawan, para tokoh sufi yang tertarik dengan karya-karya beliau, mereka banyak menulis penjelasan berharga. Di Timur serta Barat terus bertambah banyak yang tertarik dengan beliau dan karya-karyanya. Mathnawi telah diterjemahkan dalam berbagai bahasa dan aktifitas penterjemahan ini, sampai sekarang terus berlangsung.
Karya-karya Mewlana bahkan telah bertengger masuk dijajaran buku-buku yang paling dicari di Amerika untuk sekian lama. Karya-karyanya banyak dibaca dalam berbagai macam kesempatan dengan berbagai bentuknya, banyak perkumpulan maupun asosiasi tertentu yang kemudian menggunakan nama dan puisi-puisinya sebagai tema dalam acara dan kegiatan sosial. Higga menurut rekomendasi dari UNESCO, ketika memasuki 800 tahun ulang tahun Mewlana, yang bertepatan pada tahun 2007 lalu, dijadikan momentum sebagai tahunnya Mewlana Jalaluddin Rumi, serta measukkan Sema (Whirling Dance) sebagai bagian dari peninggalan budaya dunia yang dilindungi.

Nilai-nilai dari Ajaran Mawlawi
Setelah sepeniggal Mewlana serta sepeninggal Chalabi Hisamuddin pada tahun 1284, yang merupakan murid loyal serta penulis karya-karya beliau, akhirnya putra Mewlana yang loyal yaitu Sultan Walad menggantikan posisi yang ditinggalkan. Sultan Walad menempati posisi tersebut pada waktu yang lama, kemudian dia menyusun serta mensistematisasikan ajaran-ajaran aturan Mawlawi (ajaran Maulana) kemudian menjadi sebuah aliran tarikat yang tersendiri. Kemudian setelah Sultan Walad meninggal pada tahun 1312, posisinya digantikan oleh putranya yang bernama Ulu Arif Chalabi, setelah itu diteruskan oleh Pir Adil Chalabi (1461) yang kemudian menyempurnakan berbagai peraturan serta adab Tarikat Mawlawi (tarikat yang dinisbatkan kepada Maulana) tersebut. Semenjak setelah kepemimpinan Sultan Walad, Tarikat Mawlawi kemudian selalu dipimpin oleh seorang bernama Chalabi yang merupakan garis keturunan menuju Maulana.
Padepokan Mawlawi biasanya terletak di sebuah halaman besar di luar kota. Di satu sisi padepokan terdapat makam-makam (humuşhane) para syaikh, sedangkan di sisi lain terdapat rumah-rumah kecil bagi keluarga para syaikh untuk tinggal. Ruang utama padepokan Mawlawi adalah berupa sebuah masjid, ruang sema (semahane) serta makam para syaikh. Di bagian luar terdapat sebuah dapur (matbah-ı şerif), beberapa sel para darwis, gerbang selamat datang dan juga sebuah perpustakaan, halaman, toilet, ruang untuk mencuci dsb. Semua padepokan Mawlawi terhubung serta mengacu pada padepokan utama (Mevlana Asitane) yang terletak di Konya.
Para syaikh di didik dari padepokan pusat (Konya Mevlavi Asitanesine). Newniyaz merupakan sebutan bagi para murid baru yang ingin masuk menjadi darwis, yang pertama kali menerima pendidikan di matbah-ı şerif. Seorang calon duduk di tempat yang bernama saka (terletak di dekat pintu masuk dapur), kemudian jika si calon tersebut diterima, setelah tiga hari diumumkan dia diterima maka dia akan menjalani 40 hari berada dipengasingan (khalwat). Disamping tempat pendidikan untuk para darwis awal, di matbah-ı şerif itu juga merupakan tempat untuk berlatih sema, menulis, membaca, kerajinan tangan bagi mereka yang mempunyai kemampuan. Tidak hanya karya-karya Maulana yang dikaji akan tetapi berbagai macam buku dan pelajaran agama lain seperti fiqih juga diajarkan disini. Mereka diajarkan tetang cinta, kebijaksanaan serta pengabdian yang menjadi prinsip utama dari pendidikan tarikat tersebut, yang kemudian di praktekkan disitu (matbah-ı şerif).
Disamping Chalabi Efendi di Konya Asitane, para guru utama (zabitan) dapat diurutkan sebagai berikut : ketua para darwis (ser-tarik-Tarikatçi), kepala para tukang masak (ser-tabbah), penjaga makam Maulana, penjaga makam Shams, penjaga makam Ateshbaz, ketua para pemain seruling, ketua para pemain drum. Disamping itu juga terdapat beberapa jabatan tambahan seperti penjaga kios amal (vakıf kâtibi), penjaga pintu gerbang (bevvâb), penjaga perpustakaan (kütüphaneci), ada juga yang disebut dengan (muhib) atau para murid yang datang dan pergi untuk mengikuti aktifitas tapi tidak menetap di padepokan, dan lain sebagainya.
Dapat kita simpulkan bahwa beberapa prinsip dari ajaran spiritual Mawlawi sebagai berikut :
1.      Memahami serta mematuhi berbagai macam aturan pengetahuan dasar sufi dan agama.
2.      Mematuhi kewajiban agama seta Sunnah Nabi.
3.      Belajar untuk tunduk dan patuh, disiplin, serta melayani.
4.      Belajar tatakrama (adab) tarikat, sopan santun, sema, berkomunikasi, serta mempelajari ilmu pengetahuan.
5.      Mengembangkan kemampuan dirinya untuk memahami karya-karya pokok Maulana serta tarikat Mawlawiyah.
6.      Mendidik diri serta mempraktekkan sedikit makan, sedikit tidur, sedikit bicara, menjaga kebersihan hati, serta berusaha selalu baik sangka (husnuzzan).
7.      Menghadiri zikir atas nama Allah, serta berusaha selalu sibuk dengan zikir tersebut.
8.      Berusaha selalu menerima masukan dari orang suci serta senantiasa menjaga dirinya agar dalam kondisi introspeksi.
9.      Dengan semua prinsip diatas, dengan menggunakan pendekatan konsep mati sebelum mati (mevt-i iradi), diharapkan akan mencapai Cinta yang mengobati segala penyakit (Cinta Sang Khaliq).

Kenang-kenangan dan petuahnya
Seven Advices :
In generosity and helping other, be like a river.
In compassion and grace, be like the sun.
In concealing others’ faults, be like the night.
In anger and fury, be like one who is dead.
In modesty and humility, be like the earth.
In tolerance, be like the sea.
Either exist as you are, or be as you look!

Cömertlik ve yardım etmede akarsu gibi ol.
Şefkat ve merhamette güneş gibi ol.
Başkalarının kusurunu örtmede gece gibi ol.
Hiddet ve asabiyette ölü gibi ol.
Tevazu ve alçak gönüllülükte toprak gibi ol.
Hoşgörülükte deniz gibi ol.
Ya olduğun gibi görün, ya göründüğün gibi ol.
                                           
Dalam kemurahan hati serta menolong sesama, jadilah seperti sungai.
Dalam kasih sayang serta kebaikan, jadilah seperti matahari.
Dalam menutupi kesalahan orang lain, jadilah seperti malam.
Dalam marah dan kemurkaan, jadilah seseorang yang telah mati.
Dalam kesederhanaan dan kerendahan hati, jadilah seperti bumi.
Dalam toleransi, jadilah seperti laut.
Terlihatlah seperti adanya dirimu, atau jadilah seperti apa yang terlihat didirimu..


Semoga dari makalah pengantar kecil ini, kita dapat memetik hikmah besar dari kebijaksanaan serta benih cinta sejati yang ditularkan oleh Maulana Jalaluddin Rumi kepada kita. Bening temaram kalbu, membaringkan hati dibawah kesejukan siraman maknawi Rumi.

Komentar

Postingan Populer