Mengenal Maulana Jalaluddin Rumi
Oleh: Labib Syauqi
Sosok
Maulana Jalaluddin Rumi adalah seorang tokoh besar yang membawa lentera cerah
didepan para pencintanya. Maulana menjadi seorang tokoh spiritual yang memegang
lentera cahaya dan memberikan cahaya terang itu bagi siapa saja yang
mendambakan cinta hakiki pada TuhanNya.
Rumi
adalah seorang guru spiritual bagi para guru cinta, dia membuat syair akan
tetapi tidak bisa dibaca sebagai sebuah syair, dia menulis cerita akan tetapi
tidak bisa dipahami hanya sebagai seorang penutur cerita. Dia adalah seorang
mursyid yang memimpin manusia dari kemurnian rohani dan realita, sehingga sepanjang
sejarah tradisi Mawlawi dan perkembangan terkini para Rumian di seluruh dunia,
mereka menemukan sesuatu yang berbeda didalam diri Rumi dan nilai-nilai ajarannya
sehingga menjadikan alasan kuat bagi mereka untuk semakin mencintainya.
Dunia
semakin tua dengan berbagai permasalahan pelik yang dideritaya, dihadapkan
dengan krisis multi dimensi serta miskin akan spiritualitas. Hingar-bingar
dunia dengan permasalahannya yang tak terhitung itu, meminta kita untuk memberikan
perhatian khusus guna ikut berusaha untuk bersama mengurainya. Dan lentera
cerah itu coba ditawarkan Rumi kepada seluruh manusia dalam pesan abadi cinta
dan kesucian jiwa.
Dalam
bingkai ini, dunia diharapkan mempunyai kepedulian terhadap keruwetan yang
terjadi di sekitarnya, untuk bisa memahami dan menyajikan pesan-pesan yang
disampaikan Maulana dengan benar. Satu ketika dengan harapan, dalam kesempatan
lain disertai cinta, dan kadang dengan kerinduan, Maulana menuntun kita kedepan
untuk mencari jati diri kita, karena dunia membutuhkan rangkulan toleransi,
cinta, kedamaian serta harapan.
Dalam
optimisme tersebut juga, maka pada tahun 2007 UNESCO mendeklarasikan tahun itu
sebagai “Maulana Year”, dengan harapan supaya nilai-nilai yang dibawa oleh Rumi
dapat tetap hidup dan menjadi agenda dunia menyeluruh untuk menuju kebaikan
yang universal.
Masa
Kecil dan Pendidikannya
Maulana
Jalaluddin Rumi dilahirkan pada 30 September 1207 di Balkh, yang terletak di
bagian utara Afganistan sekarang, sebuah kota yang waktu itu menjadi pusat dari
daerah bagian Khurosan. Beliau lahir dalam trah keluarga mulia serta terhormat,
dari seorang Ibu yang bernama Mu’min Khatun dan seorang ayah yang bernama
Bahauddin Walad yang dikenal dengan julukan Sulthanul Ulama (pemimpin para
Ulama), kakaknya bernama Alauddin Muhammad dan adiknya bernama Fatma Khatun.
Bahauddin
Walad pergi berhijrah meninggalkan Balkh bersama dengan keluarganya serta
sekelompok pengikutnya, dengan tujuan ingin menunaikan Ibadah Haji, mereka
meninggalkan kampung halaman untuk sebuah perjalanan mulia. Pada sepanjang
perjalanan mereka mendapatkan sambutan baik serta peghormatan ditempat mereka
berhenti untuk beristirahat. Hingga ketika mereka sampai di Nishabur, mereka
bertemu dengan seorang tokoh sufi terkenal Fariduddin Attar, yang pada waktu
itu Jalaluddin kecil bersama mereka. Attar kemudian memberikan hadiah kepada
Jalaluddin seraya berkata kepada Bahauddin “ Jagalah anak ini dan berikan
padanya penghormatan besar, karena tak lama lagi kamu akan melihat bahwa dia
akan membakar hati para pecinta sejati di dunia ini”.
Rombongan
berhenti di Dimishq (Sham) setelah pulang dari Ibadah Haji, kemudian setelah
itu rombongan menuju Erzincan. Atas permintaan dari seorang pemimpin, mereka
dimohon untuk menetap sebentar di Akshehir Erzincan. Setelah melakukan
perjalanan mengitari Anatolia untuk cukup waktu yang lama, mereka akhirnya
menetap untuk sementara di Larende (sekarang Karaman). Kemudian di Larende
ketika Jalaluddin berusia sekitar 18 tahun, dia menikah dengan Gawhar Khatum
yang merupakan putri dari Khaja Lala al-Samarqandi, yaitu orang yang ikut dalam
perjalanan meninggalkan Balkh bersama dengan keluarga Jalaluddin. Dia
dikaruniai dua orang anak, Bahauddin Muhammad (Sultan Walad) serta Alauddin
Muhammad. Rombongan serta keluarga Maulana Jalaluddin menetap di Larende
sekitar 7 tahun, Ibu dari Maulana yaitu Mu’mine Khatum serta kakaknya Alauddin
meninggal dan dikebumikan disitu.
Pada
tahun 1229, Bahauddin Walad beserta rombongan dan keluarganya, mendapat
undangan terhormat dari Sultan Alauddin Keykubad I, untuk pindah dari Karaman
dan menetap di Konya. Sultan beserta rombongannya waktu itu bertemu dalam
perjalanan dan memberikan penghargaan tinggi pada mereka, serta menawarkan pada
mereka untuk menetap di Istana yang nyaman. Meskipun mendapatkan tawaran dari
Sultan untuk menetap di istana, akan tetapi Bahauddin Walad menolak dan lebih
memilih untuk tinggal di madrasah.
Konya
pada waktu itu merupakan pusat kekuasaan Kerajaan Seljuks yang dipenuhi dengan
daya tarik, penghormatan, serta keteraturan undang-undang, sehigga banyak para
ulama, para tokoh sufi, para seniman serta para ilmuwan yang memilih tinggal
disitu, dan Konya juga merupakan tempat bagi orang-orang yang meminta
perlindungan dari serangan tentara Mongol pada waktu itu.
Ketika
Bahauddin Walad meninggal, Jalaluddin berusia sekitar 80 tahun, dan masyarakat
meminta agar supaya Jalaluddin menggantikan posisi ayahnya. Akan tetapi tak
lama kemudian datanglah pengganti Bahauddin Walad yaitu Sayyid Burhanuddin
Mukaggig-i Tirmizi yang datang ke Konya.
Guru
pertama Jalaluddin adalah ayahnya sendiri, kemudian diteruskan oleh murid dari
ayahnya yaitu Sayyid Burhanuddin untuk menempa spiritual Jalaluddin agar
mencapai titik tinggi dalam pengetahuannya. Maulana juga memasrahkan dirinya
untuk mengikuti didikan Sayyid Burhanuddin dan berada dibawah pengawasannya.
Kemudian atas permintaan gurunya juga, dia pergi menuju Halab dan Damascus
untuk menyempurnakan pendidikannya, hingga dia kembali lagi ke Anatolia untuk
waktu yang lama. Sekembalinya, kemudian dia meneruskan pendidikan ruhaniahnya
atas permintaan gurunya yaitu Sayyid Burhanuddin. Dan akhirnya dia dapat
melewati berbagai macam ujian untuk menuju penjernihan jiwa serta memeditasikan
pendengarannya untuk dapat mendengar rahasia keTuhanan untuk mencurahkan
perhatiannya pada dunia luar. Dan di akhir pendidikannya, Sayyid Burhanuddin
berkata bahwa pendidikan Maulana telah selesai, dan dia kini telah menjadi
seorang guru spiritual (murshid).
Seorang
guru besar serta seorang tokoh sufi Sayyid Burhanuddin yang dikenal juga dengan
sebutan Sayyid-i Sirdan (master of secret) meninggal pada tahun 1242 di
Kayseri. Setelah itu, Maulana memulai untuk memberikan pencerahan serta
mengajar pengetahuan agama pada masyarakat. Pada bidang Fiqih Syariat dan juga
Hadits, Maulana mencapai puncak keilmuwannya yang sampai pada derajat Qadi yang
memberikan fatwa. Menurut sejarah waktu itu dia mempunyai ratusan murid serta
pengikut, yang mereka datang dari berbagai penjuru daerah. Disamping dia
terikat dengan dunia pendidikan syariat, di sisi lain dia juga aktif dengan
nilai-nilai sufi Imam Ghazali yang dipadukan untuk menguasai serta memahami
ajaran agama.
Pertemuannya
dengan Syams Tabrizi
Hari
berganti hari seperti biasa, angin sejuk menerpa dedaunan yang berguguran,
nampak seorang aneh, seorang pengelana darwish bernama Shams Tabrizi datang menuju
Konya. Ketika dia bertemu dengan Maulana, dia meninggalkan kesan istimewa,
seakan Maulana telah bertemunya entah di Halab ataupun di Dimishq (Sham).
Sebenarnya terdapat riwayat berbeda mengenai pertemuannya dengan Shams Tabrizi
akan tetapi yang jelas, setelah pertemuan Maulana dengan Shams Tabrizi, dia
berubah seketika setelah pertemuan itu. Maulana yang mendambakan kedatangan
seorang guru untuk membimbing jiwanya akhirnya menemukan seorang guru yang
bijak. Setelah pertemuan itu, dia menghabiskan waktunya hanya dengan Shams. Dia
tidak lagi mengajar dan memberikan pengajian di madrasah seperti biasanya.
Setelah bersama dalam waktu yang lama, bulan demi bulan, Maulana telah berubah
perilakunya. Dia mulai memakai pakaian sufi rompi lengan panjangnya sambil
membacakan puisi-puisi cintanya, ecstasy, semangat tinggi, serta kegembiraan
yang luar biasa. Dia mulai berputar (sema), tiupan lantunan seruling (ney)
serta gema suara rebab menemani setiap paduan musiknya.
Ketika
Maulana merupakan seorang ulama yang dicintai oleh masyarakatnya telah “ditawan”
oleh Shams, yang bahkan tidak diketahui siapa dia sebelumnya dan dari mana dia
datang, kemudian menghilang bersama Sams untuk beberapa bulan, menghabiskan
segala sesuatu yang dimilikinya demi untuk menggapai kepentingannya,
meninggalkan segala macam aktifitas pengajiannya dengan masyarakat di madrasah.
Orang-orang yang berada disekeliling Maulana akhirnya bersikap memusuhi melawan
Shams, hingga mereka memanggil dia “Tukang Sihir”. Shams kemudian tiba-tiba
menghilang karena kata-kata serta perlakuan masyarakat. Mereka yang
mengharapkan Maulana untuk bisa kembali seperti dulu kala, setelah 16 bulan dia
bersama menghabiskan waktu dengan Shams.
Ketika
Maulana dalam keadaan sedih yang mendalam serta dalam situasi menderita setelah
ditinggal Shams, dia mendengar tentang kabar Shams setelah 15 bulan menghilang,
akan keberadaannya di Dimishq (Damaskus). Kemudian dia mengutus putranya Sultan
Walad dengan ditemani beberapa keluarga menuju Dimishq untuk menemui Shams
kemudian mengajaknya ke Konya. Maulana merasa sangat bahagia akan kedatangan
Shams kembali ke Konya, setelah para masyarakat menerima Shams dan beliau juga
memaafkan masyarakat. Whirling (tarian) kembali digelar, Maulana dan Shams
menari kemana saja mereka diundang. Akan tetapi situasi tersebut tidak
berlangsung lama, ketika Maulana banyak menghabiskan waktunya bersama Shams,
para masyarakat mulai memperbincangkan mereka dan kembali memusihi Shams. Putra
Maulana yang kedua Alauddin Celebi tergabung dalam kelompok orang-orang yang
memusuhi Shams, hingga akhirnya sekelompok murid Maulana dan beberapa
saudaranya merencanakan untuk membunuh Shams secara rahasia, atau menurut
sumber lain mengatakan bahwa, mereka mengusir Shams dari Konya pada tahun 1424
hingga kemudian tidak ada kabar apapun tentang Shams lagi.
Kepergian
Shams yang tiba-tiba mengejutkan dan membuat Maulana terguncang. Siang dan
malam dia membaca puisi, menari berputar (whirling), hingga dia tidak bisa
tenang meskipun sesaat. Dan ketika inilah, kebanyakan karya puisinya di kitab Divan-i
Kebir yang terdiri dari sekitar 40 ribu pasang bait, yang disusun ketika
beliau dalam keadaan sedih dan kegelisahan tinggi.
Sepeninggal
Syamsi Tabriz
Hilangnya
kesadaran yang dialami Maulana setelah pertemuannya dengan Shams membuat
sejumlah ulama dan para hakim marah. Mereka mengatakan, bahwa apa yang
dilakukan oleh keduanya (Mewlana dan Shams) adalah menyimpang dari ajaran
agama. Maulana yang kecewa dan terluka karena perlakuan mereka, bahkan pernah
sampai dua kali beliau pergi ke Dimishq untuk mencari Shams, meskipun akhirnya
tidak dapat menemukan jejaknya dan akhirnya kembali ke Konya. Setelah
kembalinya ke Konya pada tahun 1250, Maulana mulai kembali mendapatkan
kesadarannya, yang akhirnya “rembulan” kembali lagi bersinar menerangi
kegelapan sekelilingnya.
Maulana
yang hidup dalam kesederhanaan secara materi, bertugas memberikan fatwa untuk
pemerintah, mulai saat itu beliau semakin sibuk dalam memberikan bimbingan
kepada para Salik Sufi, memberikan nasehat dan juga memberikan petunjuk kepada
orang-orang. Kemudian beriring bergantinya waktu, beliau kemudian menemukan
seorang teman dekat Salahuddin, seorang pengrajin perhiasan yang merupakan
murid dari gurunya Sayyid Burhanuddin. Meskipun beberapa orang disekeliling Maulana
merasa tidak nyaman atas kedekatan Maulana dengan seorang yang tidak
berpendidikan dan bersahabat karib dengan beliau, Maulana tidak mempedulikan
apa kata mereka bahkan hubungan beliau semakin akrab dan bahkan beliau
mengabdikan dirinya pada Salahuddin Zerkubi tanpa syarat, hingga Maulana
menikahkan putranya Sultan Walad dengan anaka perempuan Salahuddin yang bernama
Fatma Khatun. Kemudian setelah 10 tahun berteman akrab dengan Mewlana,
Salahuddin Zerkubi sakit keras dan meninggal pada tahun 1258. Sepeninggal karibnya
Maulana kembali terguncang dan kemudian kembali menulis puisi-puisinya. Di sisi
lain, meskipun penderitaan serta kesedihan atas perpisahan yang dialami dan tak
pernah hilang, beliau tetap berusaha untuk selalu berbaur dengan masyarakat.
Setelah
sepeninggal Salahuddin, Mewlana kemudian dekat dengan Chalabi Hisamuddin yang
dikenal merupakan seorang berpendidikan dan bijaksana. Dia yang mengabdikan
dirinya pada Maulana dengan penuh cinta dan hormat, kemudian meminta kepada Maulana
untuk menulis sebuah buku yang menjelaskan tentang hakikat kebenaran sufi untuk
para darwis (salik). Kemudian Mewlana mengambil beberapa kertas dari sorbannya
yang telah ditulisi 18 bait awal dari Mathnawi (puisi per-dua bait) yang
kemudian diberikannya pada Chalabi Hisamuddin, kemudian Mewlana berkata pada
Chalabi bahwa dia akan memberitahunya ketika dia bersedia untuk menulis.
Maulana
menghabiskan hidupnya sekitar 10 sampai 15 tahun untuk menulis Mathnawi, setiap
kali kesempatan ketika beliau membacakan puisi sedangkan Chalabi Hisamuddin
menulisnya. Oleh karena itu, 6 jilid besar yang terdiri dari sekitar 26 ribu
bait puisi dapat eksis sampai sekarang. Maulana menyampaikan pesan-pesan
pentingnya dalam Mathnawi pada setiap kesempatan yang ditemuinya kepada Chalabi
Hisamuddin, dia menjelaskan akan tujuan serta inti dari Mathnawi seraya berkata
“Mathnawi akan memberikan bimbingan pada kita, akan menunjukkan bagi mereka
yang mencari petunjuk, akan mengontrol serta menuntun mereka pada jalan
kebenaran”.
Setelah
kepeminpinan Sultan Alauddin Keykubad, sistem dari pemerintahan kerajaan mulai
menurun serta lemah, kedamaian dan ketentraman di masyarakat Seljuks mulai
perlahan tergerus. Hingga pada kesempatan yang lain, keberadaan Maulana dengan
ide-idenya menjadi rujukan serta sumber ketentraman dan perlindungan. Tubuh Maulana
Jalaluddin Rumi yang menemani hidupnya dengan penuh cinta, kesusahan serta
perjuangan mulai lelah, hingga di akhir-akhir masa hidupnya beliau mulai
sakit-sakitan, yang akhirnya kemudian dia menyusul untuk bersama dengan kekasih
abadinya pada hari Minggu ketika matahari terbenam di bulan Desember tanggal
17, tahun 1273 yang disebut Maulana dengan sebutan “Shab-i Arus” yang berarti
malam pengantin yang diperingati dengan berbagai acara sejak berabad-abad. Pada
upacara pemakamannya dihadiri oleh setiap orang, yang terdiri dari muda tua,
bahkan dari non muslim.
Karya-karyanya
1.
Divan-i
Kebir
Artinya “Buku Besar”, karya besar berisi
puisi ruba’i “empat bait” yang terdiri atas sekitar 40 ribu pasang
puisi. Ini merupakan karya pertama beliau yang berada dalam kesengsaraan,
kerinduan, serta kesedihan setelah kepergian gurunya Shams Tabrizi.
2.
Mathnawi
Karya besar yang terdiri dari sekitar 26
ribu pasang puisi dalam enam jilid buku, didalamnya terdapat berbagai macam
cerita mengisahkan tentang keberagamaan seseorang, filsafat, etika serta
berbagai macam aspek dalam kehidupan sosial. Maulana mempresentasikan kepada
para pembaca, berbagai macam topik dari agama dan hubungan etika menuju
administrasi pemerintahan, dari kehidupan kerja sampai kesehatan, dari ekonomi
sampai konflik, dari filsafat dan ketuhanan sampai psikologi serta analisa
sosiologi, dari ciptaan alam sampai partikel atom terkecil. Dengan ungkapan dan
penjelasan yang begitu indah serta dengan rangkaian kata-kata yang belum pernah
terungkapkan.
3.
Fihi
Ma Fihi
Yang artinya “Di dalamnya ada Sesuatu”,
merupakan karya beliau dalam bentuk prosa narasi (bukan dalam bentuk puisi),
yang berisi tentang petuah-petuah Mewlana dan bisa dikatakan berupa rigkasan
inti dari Mathnawi.
4.
Majalis
Sab’a
Atau “Tujuh Pertemuan”, berisi tentang
tujuh khutbah dan nasehat Mewlana di Masjid.
5.
Maktubat
Berupa koleksi dari surat serta
pernyataan-pernyataan penting Mewlana saat itu, terhadap para pejabat serta
pemerintah, yang berkaitan erat dengan sejarah serta perkembangan Kerajaan
Seljuks.
Pemikiran
dan pengaruhnya pada dunia
Maulana
Jalaluddin Rumi selama hayat beliau dan bahkan setelah beliau wafat, banyak
sekali memberikan kesan serta pengaruh pada banyak orang dan komunitas
masyarakat, dia adalah seorang tokoh filsafat serta tokoh besar sufi Islam. Maulana
adalah simbol orang yang jatuh cinta terhadap Allah, cinta pada Nabi, cinta
toleransi dan lapang dada, serta hormat terhadap sesama, teladan atas persatuan
dan kerjasama, penerjemah atas gagasan dan ide-ide cemerlang, yang meneriakkan
suaranya dari Konya menuju dunia.
Pengaruh
Maulana tentunya tidak hanya di Anatolia (Turki) saja, akan tetapi menyebar
luas khususnya ke Iran dan benua India, pengaruhnya mempunyai efek yang besar
sekali, banyak para cendekiawan, para tokoh sufi yang tertarik dengan
karya-karya beliau, mereka banyak menulis penjelasan berharga. Di Timur serta
Barat terus bertambah banyak yang tertarik dengan beliau dan karya-karyanya.
Mathnawi telah diterjemahkan dalam berbagai bahasa dan aktifitas penterjemahan
ini, sampai sekarang terus berlangsung.
Karya-karya
Mewlana bahkan telah bertengger masuk dijajaran buku-buku yang paling dicari di
Amerika untuk sekian lama. Karya-karyanya banyak dibaca dalam berbagai macam
kesempatan dengan berbagai bentuknya, banyak perkumpulan maupun asosiasi
tertentu yang kemudian menggunakan nama dan puisi-puisinya sebagai tema dalam
acara dan kegiatan sosial. Higga menurut rekomendasi dari UNESCO, ketika
memasuki 800 tahun ulang tahun Mewlana, yang bertepatan pada tahun 2007 lalu,
dijadikan momentum sebagai tahunnya Mewlana Jalaluddin Rumi, serta measukkan
Sema (Whirling Dance) sebagai bagian dari peninggalan budaya dunia yang
dilindungi.
Nilai-nilai
dari Ajaran Mawlawi
Setelah
sepeniggal Mewlana serta sepeninggal Chalabi Hisamuddin pada tahun 1284, yang
merupakan murid loyal serta penulis karya-karya beliau, akhirnya putra Mewlana
yang loyal yaitu Sultan Walad menggantikan posisi yang ditinggalkan. Sultan
Walad menempati posisi tersebut pada waktu yang lama, kemudian dia menyusun
serta mensistematisasikan ajaran-ajaran aturan Mawlawi (ajaran Maulana) kemudian
menjadi sebuah aliran tarikat yang tersendiri. Kemudian setelah Sultan Walad
meninggal pada tahun 1312, posisinya digantikan oleh putranya yang bernama Ulu
Arif Chalabi, setelah itu diteruskan oleh Pir Adil Chalabi (1461) yang kemudian
menyempurnakan berbagai peraturan serta adab Tarikat Mawlawi (tarikat yang
dinisbatkan kepada Maulana) tersebut. Semenjak setelah kepemimpinan Sultan
Walad, Tarikat Mawlawi kemudian selalu dipimpin oleh seorang bernama Chalabi
yang merupakan garis keturunan menuju Maulana.
Padepokan
Mawlawi biasanya terletak di sebuah halaman besar di luar kota. Di satu sisi
padepokan terdapat makam-makam (humuşhane) para syaikh, sedangkan di sisi lain
terdapat rumah-rumah kecil bagi keluarga para syaikh untuk tinggal. Ruang utama
padepokan Mawlawi adalah berupa sebuah masjid, ruang sema (semahane) serta
makam para syaikh. Di bagian luar terdapat sebuah dapur (matbah-ı şerif), beberapa sel para darwis, gerbang
selamat datang dan juga sebuah perpustakaan, halaman, toilet, ruang untuk
mencuci dsb. Semua padepokan Mawlawi terhubung serta mengacu pada padepokan
utama (Mevlana Asitane) yang terletak di Konya.
Para
syaikh di didik dari padepokan pusat (Konya Mevlavi Asitanesine). Newniyaz
merupakan sebutan bagi para murid baru yang ingin masuk menjadi darwis, yang
pertama kali menerima pendidikan di matbah-ı şerif. Seorang calon duduk di tempat yang bernama saka
(terletak di dekat pintu masuk dapur), kemudian jika si calon tersebut
diterima, setelah tiga hari diumumkan dia diterima maka dia akan menjalani 40
hari berada dipengasingan (khalwat). Disamping tempat pendidikan untuk para
darwis awal, di matbah-ı şerif itu juga merupakan tempat untuk berlatih sema,
menulis, membaca, kerajinan tangan bagi mereka yang mempunyai kemampuan. Tidak
hanya karya-karya Maulana yang dikaji akan tetapi berbagai macam buku dan
pelajaran agama lain seperti fiqih juga diajarkan disini. Mereka diajarkan
tetang cinta, kebijaksanaan serta pengabdian yang menjadi prinsip utama dari pendidikan
tarikat tersebut, yang kemudian di praktekkan disitu (matbah-ı şerif).
Disamping Chalabi Efendi di Konya Asitane, para guru
utama (zabitan) dapat diurutkan sebagai berikut : ketua para darwis
(ser-tarik-Tarikatçi), kepala para tukang masak (ser-tabbah), penjaga makam Maulana,
penjaga makam Shams, penjaga makam Ateshbaz, ketua para pemain seruling, ketua
para pemain drum. Disamping itu juga terdapat beberapa jabatan tambahan seperti
penjaga kios amal (vakıf kâtibi), penjaga pintu gerbang (bevvâb), penjaga
perpustakaan (kütüphaneci), ada juga yang disebut dengan (muhib) atau para
murid yang datang dan pergi untuk mengikuti aktifitas tapi tidak menetap di
padepokan, dan lain sebagainya.
Dapat kita simpulkan bahwa beberapa prinsip dari ajaran
spiritual Mawlawi sebagai berikut :
1.
Memahami serta mematuhi berbagai macam aturan pengetahuan
dasar sufi dan agama.
2.
Mematuhi kewajiban agama seta Sunnah Nabi.
3.
Belajar untuk tunduk dan patuh, disiplin, serta melayani.
4.
Belajar tatakrama (adab) tarikat, sopan santun, sema,
berkomunikasi, serta mempelajari ilmu pengetahuan.
5.
Mengembangkan kemampuan dirinya untuk memahami
karya-karya pokok Maulana serta tarikat Mawlawiyah.
6.
Mendidik diri serta mempraktekkan sedikit makan, sedikit
tidur, sedikit bicara, menjaga kebersihan hati, serta berusaha selalu baik
sangka (husnuzzan).
7.
Menghadiri zikir atas nama Allah, serta berusaha selalu
sibuk dengan zikir tersebut.
8.
Berusaha selalu menerima masukan dari orang suci serta
senantiasa menjaga dirinya agar dalam kondisi introspeksi.
9.
Dengan semua prinsip diatas, dengan menggunakan
pendekatan konsep mati sebelum mati (mevt-i iradi), diharapkan akan mencapai
Cinta yang mengobati segala penyakit (Cinta Sang Khaliq).
Kenang-kenangan
dan petuahnya
Seven
Advices :
In
generosity and helping other, be like a river.
In
compassion and grace, be like the sun.
In
concealing others’ faults, be like the night.
In
anger and fury, be like one who is dead.
In
modesty and humility, be like the earth.
In
tolerance, be like the sea.
Either
exist as you are, or be as you look!
Cömertlik
ve yardım etmede akarsu gibi ol.
Şefkat
ve merhamette güneş gibi ol.
Başkalarının
kusurunu örtmede gece gibi ol.
Hiddet
ve asabiyette ölü gibi ol.
Tevazu
ve alçak gönüllülükte toprak gibi ol.
Hoşgörülükte
deniz gibi ol.
Ya
olduğun gibi görün, ya göründüğün gibi ol.
Dalam
kemurahan hati serta menolong sesama, jadilah seperti sungai.
Dalam
kasih sayang serta kebaikan, jadilah seperti matahari.
Dalam
menutupi kesalahan orang lain, jadilah seperti malam.
Dalam
marah dan kemurkaan, jadilah seseorang yang telah mati.
Dalam
kesederhanaan dan kerendahan hati, jadilah seperti bumi.
Dalam
toleransi, jadilah seperti laut.
Terlihatlah
seperti adanya dirimu, atau jadilah seperti apa yang terlihat didirimu..
Semoga
dari makalah pengantar kecil ini, kita dapat memetik hikmah besar dari
kebijaksanaan serta benih cinta sejati yang ditularkan oleh Maulana Jalaluddin
Rumi kepada kita. Bening temaram kalbu, membaringkan hati dibawah kesejukan
siraman maknawi Rumi.
Komentar
Posting Komentar